4 Fakta Kesalahan Hakim Versi Hotman Paris soal Vonis Teddy Minahasa

Sidang-Perkara-TM

Terdakwa eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa terlihat hendak menyalami kuasa hukumnya usai menjalani sidang vonis di PN Jakbar. Foto: Indopos.co.id/Dhika Alam Noor

INDOPOS.CO.ID – Penasihat hukum terdakwa Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea menilai sejumlah fakta hukum dalam amar putusan terhadap kliennya tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim. Pertama, perihal perintah memusnahkan sabu pada 28 September 2022.

“Sudah tidak ada lagi pertemuan kesepakan melakukan tindak pidana itu. Itu sama sekali tidak dipertimbangkan. Tanggal 28 September jelas-jelas saksi mengatakan, bahwa Teddy sudah perintahkan tarik, musnahkan,” kata Hotman Paris di PN Jakarta Barat, Selasa (9/5/2023).

Kedua, mengenai Teddy menikmati uang penjualan barang bukti sabu dari terdakwa Syamsul Ma’arif kepada Linda atau Anita. Padahal, kliennya sama sekali tidak menerima uang tersebut.

“Mana ada (menerima uang)?!, Tidak ada saksi, yang ada saksi hanya si Doddy, tidak ada saksi yang mengatakan dia (Teddy) menerima uang sama sekali. CCTV juga mengatakan tidak,” tutur Hotman.

Penasihat hukum terdakwa Teddy Minahasa, Hotman Paris Hutapea memberikan keterangan soal putusan kliennya di PN Jakbar. (Indopos.co.id/Dhika Alam Noor)

Hal lain yang tak dipertimbangkan hakim ialah bahwa, tidak ada saksi mengatakan penukaran sabu dengan tawas. “Enggak ada sama sekali saksi. Jadi, enggak dipertimbangkan tidak ada saksi, jadi semua putusan hakim itu mengambang,” nilai Hotman.

Selain itu, Hakim dinilai mengenyampingkan pasal 5 dan 6 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Dalam pasal itu, sejumlah pakar menyebut bukti elektronik seperti percakapan chat atau WhatsApp harus diproses digital forensik secara utuh atau tanpa terpotong-potong.

“Ini tidak dipertimbangkan. Berarti hakim benar-benar melanggar UU ITE. Hakim telah melanggar hukum acara, begitu para pelanggaran semuanya,” ucap Hotman.

Majelis hakim PN Jakbar menjatuhkan hukuman terhadap Teddy Minahasa pidana seumur hidup. Sebab terbukti bersalah dan melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun hal yang memberatkan hukumannya. Di antaranya tidak mengakui perbuatannya. Menyangkal perbuatannya dan berbelit memberikan keterangan, menikmati keuntungan dalam penjualan narkotika jenis sabu.

Terdakwa tidak mencerminkan aparat penegak hukum dengan baik, perbuatan terdakwa telah mengkhianati perintah presiden dalam menindak narkoba dan tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan narkoba.

“Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, mengabdi di polri selama 30 tahun, terdakwa banyak mendapat penghargaan,” ucap Hakim Ketua Jon Sarman Saragih di PN Jakbar.(dan)

Exit mobile version