INDOPOS.CO.ID – Dalam rangka meningkatkan nilai tawar (bargaining) politik, Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) tengah melakukan pertemuan intens untuk membuat kejutan dengan mengusung duet Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Airlangga-Zulhas) sebagai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) 2024.
Direktur Eksekutif Developing Countries Studies Center (DCSC) Zaenal A Budiyono mengatakan pertemuan intens antarelit Partai Golkar dan PAN dalam dua bulan terakhir mungkin saja akan berakhir dengan kejutan. Kabarnya, kedua partai politik (parpol) mulai serius mambahas kemungkinan duet Airlangga Hartarto-Zulkifli Hasan.
“Saya melihat manuver itu bagian dari siasat kedua partai untuk berbicara banyak di Pilpres 2024. Mereka tampak ingin membelah arus opini publik yang selama ini hanya berputar di tiga nama bakal calon presiden yaitu Prabowo, Ganjar dan Anies. Saya kira para elit di Golkar dan PAN juga tahu elektabilitas Airlangga Hartarto belum sekuat tiga nama tersebut. Tapi mereka sepertinya punya tujuan lain,” kata dia, kepada INDOPOS.CO.ID, Selasa (6/6/2023).
Zaenal yang juga dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Al-Azhar Indonesia ini memiliki analisis tersendiri terkait kemungkinan duet Airlangga-Zulhas pada Pilpres 2024.
Menurutnya, bila pemilihan presiden (pilpres) diikuti tiga pasangan calon atau lebih, maka peluang untuk terjadinya dua putaran sangat besar. Golkar dan PAN kelihatan ingin memperpanjang pertarungan, sembari berharap negosiasi di babak lanjutan.
“Mereka memiliki pengalaman dalam negosiasi di pemilu-pemilu sebelumnya. Paling tidak mereka akan memiliki nilai jual tinggi di putaran kedua, jika Airlangga-Zulhas gagal mengamankan posisi runner-up. Sebab bila keduanya bergabung ke kubu Prabowo atau Ganjar saat ini, maka di putaran berikutnya langkah politik keduanya tidak akan seluas bila mereka maju sendiri,” ungkap Zaenal.
Dia berpendapat, dengan majunya Airlangga sebagai capres, maka ini menjadi opsi terbaik bagi Airlangga untuk mewujudkan harapan Golkar sebagai partai terbesar kedua. Grassroot Golkar, kata Zaenal, sangat ingin partainya kembali menjadi prominent power, sebagaimana yang mereka mainkan di awal-awal reformasi.
Selain itu, kata Zenal, Airlangga juga memiliki mandat untuk melakukan apa pun terkait pilpres, termasuk koalisi dan mencalonkan diri.
“Pada Munas Golkar 2019, Rakernas 2021, dan Rakernas 2023 kembali menguatkan amanat tersebut, dan sangat disayangkan jika Golkar hanya menjadi pengusung capres yang sekarang ada. Dengan bahasa yang lebih direct, Airlangga dituntut setidaknya mendapatkan tiket capres-cawapres guna mengangkat citra Golkar sebagai partai besar,” ujarnya.
“Sindrome Golkar pascareformasi yang kesulitan melahirkan tokoh populer di era demokrasi langsung, juga harus dipecahkan sekarang ini. Dengan kelebihan dan kekurangannya, AH saat ini adalah salah satu menteri terpopuler di kabinet. Ini momentum yang harus dimanfaatkan. Pasalnya momentum di politik tidak datang dua kali,” tambahnya.
Lebih lanjut, Zaenal mengatakan, bagi PAN jika Zulkifli Hasan lolos sebagai cawapres, ini juga akan meneruskan tradisi partai matahari biru untuk mendapatkan gain, meski PAN hanyalah partai menengah.
“Di 2014 lalu, PAN berhasil mendorong Hatta Rajasa sebagai cawapres, melalui serangkaian negosiasi yang tidak mudah. Kini ZH ditantang untuk mewujudkan kembali tradisi itu, di mana PAN dituntut mampu memaksimalkan ruang negosiasi dalam politik yang dinamis,” tutupnya. (dam)