Tak Ada Perbaikan, Organisasi Jurnalis dan Media Tolak Raperpres Publishers Rights

layar-Google

ilustrasi tangkapan layar Google Foto: dokumen INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Indonesian Digital Association (IDA) meminta Presiden Joko Widodo mengkaji kembali naskah Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Tanggung Jawab Platform Digital untuk Jurnalisme yang Berkualitas.

Hanya sepekan setelah dilantik, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi memastikan naskah rancangan Perpres tersebut sudah disetorkan kepada Sekretariat Negara untuk ditandatangani Presiden. Beberapa poin dalam naskah rancangan terakhir belum disepakati seluruh pemangku kepentingan di industri media.

Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut menegaskan, bahwa substansi Perpres tersebut seharusnya tidak lepas dari upaya memperbaiki ekosistem jurnalisme di Indonesia. “Tujuan kita semua adalah menciptakan bisnis media yang sehat dengan konten jurnalisme yang berkualitas,” kata Wenseslaus dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/7/2023).

Ia mengingatkan, platform digital juga perlu dilibatkan sebagai pemangku kepentingan ekosistem informasi di Indonesia. “Kebuntuan dalam pembahasan rancangan Perpres harus dipecahkan dengan mencari win win solution,” katanya.

“Solusi yang sudah diterapkan di negara lain, misalnya “designation clause”yang ada dalam Media Bargaining Code di Australia, bisa diterapkan di Indonesia,” imbuhnya.

Dengan pasal itu, lanjut dia, hanya platform yang menolak berkontribusi secara signifikan pada upaya memperbaiki ekosistem media yang diwajibkan memenuhi ketentuan dalam peraturan. Sampai saat ini, draft terakhir Perpres Publishers Rights yang beredar, tidak memasukkan klausul tersebut.

Hal yang sama diungkapkan Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito. Dia menegaskan, pentingnya memastikan semua kompensasi dari platform untuk penerbit media benar-benar digunakan untuk membiayai produksi jurnalismeyang berkualitas. “Harus ada jaminan bahwa peraturan ini berdampak pada kesejahteraan jurnalis. Karena itu penting draft terakhir rancangan Perpres dibuka ke publik untuk mendapat masukan dan hasil terbaik,” katanya.

Sasmito juga menekankan bahwa penting, peraturan ini dapat diawasi dan ditegakkan oleh badan pelaksana atau komite yang independen dari kepentingan platform, industri media,maupun pemerintah. Namun demikian, kewenangan badan pelaksana atau komite tersebut harus tunduk kepada Undang-Undang Pers dan tidak mengambil kewenangan dari Dewan Pers.

Ketua Umum IDA Dian Gemiano mengungkapkan, aspirasi organisasinya agar Perpres ini tidak menjadi langkah mundur untuk industri media digital di Indonesia. “Kami sangat mendukung regulasi untuk memastikan keberlanjutan jurnalisme berkualitas di Indonesia, namun denganpertimbangan dinamika industri saat ini harus dilihat pula dengan bijak risiko-risiko yang dapat mendiskreditkan keberlangsungan bisnis media jika seluruh pemangku kepentingan belum sepakat dengan rancangan regulasi yang ada,” katanya.

Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan meminta agar regulasi ini semata mata untuk menciptakan rasa keadilan bagi seluruh penerbit media termasuk yang berskala menengah maupun kecil sehingga tercipta ekosistem media digital yang sehat, berkualitas, profesional dan mensejahterakan para jurnalisnya.

“Regulasi ini dibuat untuk memastikan media yang memproduksi dan melaksanakan kerja jurnalistik yang berkualitas dapat terus tumbuh. Jangan sampai regulasi ini hanyamenguntungkan pihak tertentu saja. Sementara banyak penerbit kecil, lokal, dan independen,yang juga harus terlindungi oleh adanya aturan semacam ini,” katanya.

Google Indonesia merespon rencana penandatanganan Perpres Publishers Rights ini dengan sebuah siaran pers pada 25 Juli 2023 yang menegaskan rencana mereka untuk tak lagimenayangkan konten berita di platformnya. Aksi serupa pernah dilakukan Google di Australia dan Kanada. Di Australia, perusahaan teknologi itu akhirnya melunak setelah pemerintah setempat melakukan renegosiasi dengan tawaran win-win solution.

Jika ancaman Google benar-benar dilaksanakan, maka platform mesin pencari Google dan situs agregator video Youtube, tidak akan lagi menayangkan konten yang berasal dari penerbit media di Indonesia. Selain kehilangan traffic pembaca, penerbit media juga berpotensikehilangan miliaran rupiah pendapatan yang selama ini disalurkan oleh perusahaan teknologi raksasa tersebut.

Publik juga bakal kehilangan akses pada informasi penting dan kredibel yang diproduksi redaksi media massa, di periode krusial menjelang Pemilihan Umum 2024 .(nas)

Exit mobile version