INDOPOSCO.ID – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menolak wacana penghapusan BPH (Badan Pengatur Hilir) Migas yang muncul dalam pembahasan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Menurutnya keberadaan BPH Migas masih diperlukan untuk mengawasi distribusi BBM di seluruh Indonesia.
Bahkan bila perlu dibentuk kantor perwakilan BPH Migas di daerah-daerah besar untuk mengoptimalkan fungsi pengawasannya.
“Saya tidak sepakat dengan usulan pembubaran BPH Migas tersebut. Di tengah isu penyimpangan distribusi BBM dan gas LPG bersubsidi akhir-akhir ini, peran BPH Migas justru semakin penting,” ujar Mulyanto dalam keterangannya kepada INDOPOS.CO.ID, Minggu (1/10/2023).
Diketahui, pembubaran BPH Migas ini tertuang di dalam pasal 93 drat RUU Migas.
Mulyanto malah mengusulkan agar distribusi gas melon tiga kilogram juga diserahkan pengawasannya kepada BPH Migas.
Agar distribusi BBM dan gas melon tiga kilogram tepat sasaran, maka selain perlu dibangun sistem distribusi yang handal, kelembagaan pengawasannya pun penting untuk ditingkatkan.
Alih-alih dibubarkan, Politisi dari fraksi PKS ini malah berharap kelembagaan BPH Migas diperkuat. Pemerintah perlu memberi kewenangan pengelolaan SDM dan anggaran secara mandiri, serta pembentukan kantor wilayah kerja BPH Migas di daerah. Setidaknya di pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Untuk diketahui penyimpangan BBM solar di berbagai daerah kerap terjadi, baik ke sektor industri, pertambangan maupun perkebunan. Begitu juga penyimpangan distribusi Pertalite. Hal ini menyebabkan terjadinya over kuota, yang akhirnya merugikan keuangan negara.
Sementara itu, Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman ketika dimintai tanggapannya mengaku belum mengetahui draf terbaru dari RUU Migas tersebut.
“Mohon maaf mas, Sy belum tahu yang terbaru draft Revisi UU Migas,” katanya kepada indopos.co.id. (dil)