INDOPOS.CO.ID – Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan soal batas minimal usia calon presiden/wakil presiden (capres-cawapres), maka patut diduga lembaga tersebut dikendalikan oleh kelompok kepentingan politik tertentu. Karena putusan MK tersebut bisa mengganggu jalannya tahapan pemilu.
“Tentu harus menunggu betul apa putusan MK tentang itu. Tetapi memang substansi permohonan ini jika dikabulkan akan sangat mengganggu proses tahapan kepemiluan,” ujar Feri Amsari dalam keterangan, Selasa (3/10/2023).
Mestinya, lanjut dia, MK harus tegas menolak permohonan tersebut. Dan MK semestinya tidak memutus hal-hal tentang kepemiluan yang subjeknya merupakan kewenangan pembentuk undang-undang.
“Jika tidak, maka terlihat sangat tidak konsisten dengan berbagai keputusan MK sebelumnya dan ikut terlibat serta dikendalikan oleh kelompok kepentingan politik tertentu,” katanya.
Feri mengaku tidak mengetahui persis siapa yang tengah menjalankan misi untuk mengganggu tahapan pemilu. “Kita tidak tahu persis siapa yang sedang menjalankan misi untuk mengganggu tahapan pemilu,” ujarnya.
“Tetapi kelihatan betul bahwa MK membiarkan beberapa pihak yang hendak mengganggu kewibawaan MK dan marwah hakim dengan membuat (baca: menyidangkan) perkara-perkara tertentu sehingga ada kesan seperti itu (untuk menggolkan sosok tertentu, red),” imbuhnya.
Padahal, lanjut Feri, mestinya MK dalam memutus perkara tidak memberikan ruang kepada pihak-pihak tertentu untuk mengganggu proses tahapan pemilu.
“Jika pun ada hal-hal baru yang akan diputuskan MK, mestinya hal-hal baru itu diatur dalam undang-undang saja, yang merupakan kewenangan pembuat undang-undang, yakni pemerintah dan DPR, bukan MK,” imbuhnya.
Sebelumnya, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan beberapa pihak lainnya mengajukan judicial review (JR) atau uji materi ke MK terkait Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Perkara No 29, No 51 dan No 55 tentang syarat usia capres/cawapres minimal 35 tahun tersebut kabarnya sudah diputuskan dalam RPH (Rapat Permusyawaratan Hakim) MK dan hasilnya ditolak, tapi tak kunjung diumumkan.
Sementara masuk lagi gugatan atau “judicial review” baru ke MK, yakni gugatan Nomor 90 yang diajukan seorang mahasiswa asal Solo, Jawa Tengah, yang substansinya hampir sejenis, yakni tetap mempertahankan syarat usia minimal 40 tahun bagi capres/cawapres, namun dengan tambahan syarat “dan/atau pernah menjabat di pemerintahan seperti menjadi gubernur, walikota atau bupati”.
Dengan demikian, mereka yang belum berusia 40 tahun pun bisa maju sebagai capres/cawapres di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang jika pernah menjadi kepala daerah seperti gubernur, wali kota atau bupati.(nas)