Eks Ketua MK Anwar Usman Resmi Dilaporkan ke Ombudsman RI

Ombudsman-RI

Para advokat yang tergabung dalam Perekat Nusantara dan TPDI melaporkan eks Ketua MK Anwar Usman ke Ombudsman RI, Kamis (9/11/2023). (Dok Perekat Nusantara dan TPDI)

INDOPOS.CO.ID – Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dilaporkan ke Ombudsman RI karena dinilai lalai membentuk majelis banding dan membuat peraturan MK tentang Majelis Kehormatan Banding.

Laporan tersebut disampaikan oleh para advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).

Selain terhadap adik ipar Presiden Joko Widodo dan paman dari Gibran Rakabuming Raka itu diterima oleh Muhammad Rahmaddin Triyunanda dan Ibu Wahyu Estiningtyas Bagian Keasisten Utama Pengaduan Masyarakat Ombudsman RI, Kamis (9/11/2023).

Koordinator Perekat Nusantara dan TPDI Petrus Selestinus mengatakan, dasar laporannya adalah adanya kelalaian Anwar Usman membentuk Majelis Kehormatan Banding dan membuat Peraturan MK tentang Majelis Kehormatan Banding.

Hal ini kata Petrus, telah merugikan Perekat Nusantata dan TPDI bahkan masyarakat, karena tidak dapat menggunakan haknya secara utuh untuk melakukan banding atas Putusan MKMK Nomor 2/MKMK/L/ARLTP/10/2023 yang hanya menjatuhkan sanksi kepada Anwar Usman berupa pemberhentian dari ketua MK.

“Akibatnya pihak pelapor tidak bisa melakulan banding atas putusan MKMK yang dinilai tidak menyentuh esensi laporan pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi, tidak dapat ditinjau lagi di tingkat banding. Yang dirugikan bukan saja para pelapor (Perekat Nusantara dan TPDI) tetapi juga hakim terlapor Anwar Usman, yang saat ini hanya bisa marah-marah di depan Wartawan, karena tidak ada saluran untuk upaya banding,” tandas Petrus.

Menurut Petrus, kelalaian Anwar Usman dengan tidak membentuk Majelis Kehormatan Banding dan membuat peraturan MK tentang Majelis Kehormatan Banding, merupakan perbuatan melanggar hukum yang dikualifikasi sebagai maladministrasi, sehingga menjadi kewenangan Ombudsman RI untuk memproses lebih lanjut.

“Perekat Nusantara dan TPDI sangat kecewa dan keberatan dengan tidak adanya mekanisme banding, apalagi ini menyangkut pelanggaran berat dengan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), tetapi MKMK memberi sanksi ringan. Karena itu apa pun putusan MKMK, baik Anwar Usman maupun TPDI dan Perekat Nusantara harus diberikan hak yang sama untuk membela kepentingannya di tingkat banding,” ujarnya.

“Sekarang apa jadinya, Anwar Usman hanya bisa ngomel-ngomel di media karena merasa dirinya dikorbankan oleh MKMK. Begitu pula dengan Perekat Nusantara dan TPDI tidak dapat menggunakan upaya banding, karena tidak dibukakan jalan oleh Anwar Usman, ketika masih menjabat sebagai ketua MK. Bagi Anwar Usman peraturan yang dia bentuk sendiri itu ternyata menjadi senjata makan tuan,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui bahwa MKMK dalam persidangan tanggal 7 November 2023 telah memutus pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi, atas nama hakim terlapor Anwar Usman, dengan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:

Pertama, menyatakan hakim terlapor terbukti melalukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Kosntitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, kepantasan dan kesopanan.

Kedua, menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor.

Ketiga, memerintahkan wakil ketua MK untuk dalam waktu 2×24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Keempat, hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir.

Kelima, hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pilpres, Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pilgub, bupati dan walikota yang memiliki potensi benturan kepentingan.

“Terhadap Amar Putusan MKMK dimaksud, advokat Perekat Nusantara dan TPDI selaku salah satu pelapor, menyatakan sangat kecewa dan keberatan, karena 5 butir amar putusan MKMK di atas, selain isinya saling bertentangan, yaitu terbukti melakukan pelanggaran etik berat tetapi tidak dilakukan PTDH terhadap hakim terlapor. Putusan MKMK juga tidak menyentuh esensi persoalan dan sama sekali tidak menjawab ekspektasi bahkan rasa keadilan publik dipandang dari aspek yuridis, filosofis, etik dan moral,” tegas Petrus.

Padahal, lanjut Petrus, MKMK dalam pertimbangan hukumnya tegas menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat, akan tetapi MKMK tidak berani menjatuhkan sanksi PTDH dari Hakim Konstitusi, sesuai ketentuan pasal 47 Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK.

“Di sini nampak jelas bahwa MKMK telah mengecoh publik dengan amar putusannya yang nampak perkasa tetapi sebenarnya loyo, karena tidak mengamputasi akar masalahnya yang bersumber dari Anwar Usman, sehingga sulit rasanya membenahi MK jika Anwar Usman masih bercokol di MK,” tutup Petrus. (dam)

Exit mobile version