Soal Transaksi Janggal Parpol, PPATK: Pemilu Fokus Visi Misi Bukan Monetisasi Demokrasi

Soal Transaksi Janggal Parpol, PPATK: Pemilu Fokus Visi Misi Bukan Monetisasi Demokrasi - surat suara pilpres - www.indopos.co.id

Ilustrasi desain surat suara Pilpres 2024. (Dok. KPU RI)

INDOPOS.CO.ID – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendukung, kontestasi pemilihan umum (Pemilu) 2024 menitikberatkan pada gagasan besar, bukan praktik politik uang. Hal terserbut merespons temuannya soal transaksi keuangan janggal diduga membiayai kampanye.

“Kita memiliki komitmen, bahwa Pemilu ini adalah pesta demokrasi yang fokus pada kontestasi kekuatan visi dan misi seluruh kandidat, bukan kekuatan uang atau monetisasi demokrasi apalagi keterlibatan sumber-sumber illegal,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana melalui gawai, Jakarta, Senin (18/12/2023).

Pihaknya bekerja sesuai tugas dan fungsi lembaganya, demi mencegah kecurangan dalam kontestasi Pemilu 2024. Terutama berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Prinsipnya yang kami lakukan adalah untuk menjaga proses Pemilu ini, tidak ada potensi TPPU atau masuknya uang-uang yang berasal dari tindak pidana (illegal) untuk membiayai kegiatan kontestasi, apalagi jual beli suara,” ujar Ivan.

Gedung PPATK di Jakarta. Foto: Website PPATK

PPATK telah menyerahkan temuan tersebut kepada aparat penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru-baru ini menerima, surat dari PPATK terkait kejanggalan transaksi pengurus partai politik diduga untuk kampanye. Surat tersebut tertanggal 8 Desember 2023.

Komisioner KPU RI Idham Kholid menyebut, surat dari Kepala PPATK berperihal Kesiapan dalam Menjaga Pemilihan Umum atau Pemilihan Kepala Daerah yang Mendukung Integrasi Bangsa. Diterima KPU pada 12 Desember 2023 dalam bentuk hardcopy.

“Dalam surat PPATK ke KPU tersebut, PPTAK menjelaskan ada rekening bendahara parpol pada periode April – Oktober 2023 terjadi transaksi uang, baik masuk ataupun keluar, dalam jumlah ratusan miliar rupiah,” beber Idham Kholid secara terpisah melalui gawai, Jakarta, Sabtu (16/12/2023).

Bahkan transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia.

“Terkait transaksi ratusan miliar tersebut, bahkan transaksi tersebut bernilai lebih dari setengah trilyun rupiah,” ucap Idham.

PPATK tidak merinci sumber dan penerima transaksi keuangan tersebut. Data hanya diberikan dalam bentuk data global, tidak terinci, hanya berupa jumlah total data transaksi keuangan perbankan.

“Jadi dengan demikian, KPU pun tidak bisa memberikan komentar lebih lanjut,” imbuhnya. (dan)

Exit mobile version