Beras Langka dan Harga Semakin Ugal-ugalan, Legislator Ungkap Penyebabnya

Beras-3

Ilustrasi beras premium. Foto: Freepik

INDOPOS.CO.ID – Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan merespons perkembangan harga beras yang semakin ‘ugal-ugalan’ bahkan dinilai sebagai harga beras tertinggi dalam sejarah.

Menurut Johan, pemerintah jangan berpangku tangan dengan hanya menyatakan permasalahan ini disebabkan karena cuaca ekstrem El Nino.

“Kita menyayangkan pernyataan Presiden Jokowi yang tidak bisa memberi solusi atas kenaikan harga beras bahkan hanya menyalahkan perubahan cuaca dan harga dunia sedang tinggi sehingga produksi berkurang dan harga beras menjadi naik, Saya tegaskan persoalan beras tidak sesederhana itu,” kata Johan dalam keterangannya, Senin (4/3/2024).

Kata Johan, sesungguhnya pemerintah gagal melakukan perbaikan tata kelola beras. “Kondisi harga beras yang semakin mahal dan stoknya di pasaran semakin langka adalah akibat dari kegagalan pemerintah dalam hal produksi beras dan buruknya tata kelola beras mulai dari hulu sampai ke hilir,” ucapnya.

Johan berujar, memang benar terjadi penurunan produksi beras akibat perubahan iklim tapi jumlahnya tidaklah signifikan. Justru penyebab signifikan dari terus menurunnya produksi beras adalah terjadinya laju alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian yang terus meningkat setiap tahun, dan penurunan produktivitas padi dan beras akibat dari penggunaan pupuk dan pestisida berlebih.

Ia pun menegaskan, selama ini pemerintah gagal memperbaiki tata kelola beras mulai tata kelola harga, pasca panen, distribusi, manajemen stok, integrasi pasar beras, dan tata kelola konsumsi beras, dan lain-lain papar Johan.

Bahkan, Johan menilai kebijakan impor beras selama ini yang selalu merugikan petani dan masyarakat luas menjadi sebab rusaknya kemandirian pangan nasional.

Untuk itu, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi persoalan beras ini.

“Bagi saya harus ada terobosan baru dari pemerintah untuk meningkatkan produksi beras seperti optimalisasi seluruh daerah produksi beras dengan dukungan anggaran yang besar untuk kebutuhan benih, pupuk, alsintan dan irigasi yang prima sebagai langkah intensifikasi produksi,” sarannya.

“Dan saya juga mendorong peningkatan produksi beras melalui penggunaan padi unggul bersertifikat untuk mendongkrak produktivitas dengan system budidaya yang lebih baik dengan memberdayakan para penyuluh pertanian dan perlindungan kepada petani secara optimal, selain itu pemerintah mesti mengatasi kondisi ‘food looses’ (kehilangan) padi yang masih besar di Indonesia melalui penanganan pascapanen yang tepat,” sambung Johan.

Legislator dari dapil NTB 1 ini pun menjelaskan, angka produksi terus menurun setiap tahun, bahkan dari sisi rata-rata konsumsi beras malah mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir yang menurut data BPS cenderung menurun 11,6 persen konsumsi beras per kapita.

“Semisal, produksi pada tahun 2023 lalu mengalami penurunan sekitar satu juta ton dan pemerintah tidak mampu mengantisipasi terjadinya gagal panen di daerah sentra beras akibat rendahnya kinerja dan anggaran pertanian,” terangnya.

Lebih lanjut, Johan pun mengaku miris melihat antrean warga terutama kaum ibu yang rela berdiri berjam-jam demi mendapatkan harga beras murah.

“Harga beras melonjak menyentuh harga Rp 14.000 per kilogram untuk beras medium dan Rp 18.000 per kilogram untuk beras premium. Pemerintah jangan slow respons, harus segera melakukan langkah strategis untuk menjaga stabilitas harga beras sebagai komoditi pangan pokok demi ketahanan pangan dan stabilitas nasional. Kasihan warga harus antre berjam jam demi beras murah,” demikian tutup Johan Rosihan. (dil)

Exit mobile version