Seminggu Tampilan Grafik Menghilang, Roy Suryo Sebut Sirekap yang makin Layak Dibawa ke KPK

Seminggu Tampilan Grafik Menghilang, Roy Suryo Sebut Sirekap yang makin Layak Dibawa ke KPK - roy suryo - www.indopos.co.id

Peneliti IT Roy Suryo. (dok indopos.co.id)

INDOPOS.CO.ID – Pemerhati politik dan juga pakar IT Roy Suryo mempertanyakan tampilan grafik perolehan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif (Pileg) yang menghilang di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) Komisi Pemilihan Umum (KPU) selama sepekan ini.

Menurut Roy, dirinya sengaja menahan diri untuk tidak mengomentari hal itu untuk melihat niat baik KPU. Namun karena kritikan publik yang meminta agar tampilan grafik penghitungan suara di Sirekap itu direalisasikan, maka KPU dinilainya telah berbuat semaunya sendiri.

“Setelah ditunggu hampir seminggu lamanya, rupanya niat baik KPU untuk menampilkan kembali Grafik dan Rekapitulasi perhitungan di Situs Resminya tidak kunjung ada sampai tulisan ini dibuat di hari Pertama Puasa Ramadan, 12 Maret 2024.Dengan demikian status SIREKAP kini tak ubahnya hanya “SiKAREP” (baca: sak karep atau seenaknya sendiri, tanpa Konsep dan tentu saja nyaris tidak berguna) karena hanya bisa menampilkan Hasil Scan C-Hasil,” kata Roy dalam keterangan tertulisnya yang diterima indopos.co.id, Selasa (12/3/2024).

Sebagaimana diketahui, sudah semingguan ini semenjak Rabu (4/3/2024) minggu lalu, mendadak Semua Grafik dan Rekapitulasi hilang dan kini hanya ditampilkan Hasil Pemindaian / Foto / Scan C-Hasil per TPS.

“Bagi saya ini bukan hilang tapi di-hilang-kan secara sengaja. Proses penghilangan data publik inipun dilakukan secara diam-diam sebelumnya, tanpa ada Pengumuman sebelumnya, kebetulan bersamaan ketika Facebook dan Instagram “Down” waktu itu, mungkin agar biar dikira ada efeknya. Karena situs Sirekap masih on alias tidak down,” cetusnya.

Roy pun menyoroti pernyataan dari Komisi KPU, Idham Kholik Holik yang menyampaikan bahwa memang grafik dan hasil rekapitulasi dari tiap TPS sekarang dihilangkan dengan alasan untuk menjaga masyarakat dari informasi yang tidak akurat.

“Pernyataan Komisioner KPU berinisial IK itu hal yang konyol sekaligus membodohi. Bagaimana tidak? Sudah semenjak Pemilu digelar 14 Februari silam, akhirnya KPU sendiri yang mengakui bahwa data-data yang ditampilkan di Situs resminya tidak akurat dan memunculkan prasangka bagi publik yang berpotensi memecah persatuan bangsa,” tuturnya.

“Bahkan, dalam kesempatan lain, ketika dikatakannya juga bahwa data-data tersebut adalah rahasia negara yang tidak untuk diketahui publik. Ini benar-benar membuat logika waras masyarakat Indonesia dibuat runyam oleh pemikiran “SIKAREP” alias sak karep atau seenaknya sendiri tersebut. Sejak kapan data-data Hasil PiLeg dan PilPres itu disebut sebagai “rahasia negara” dan harus “disembunyikan” untuk tidak dipublikasi kepada masyarakat?” tanyanya dengan nada kesal.

Lalu, kata Roy, selama ini Publikasi di TPS, C-Hasil, D-Hasil apakah sudah disebut membongkar rahasia negara. “Jadi pernyataan itu sebuah statemen konyol dari pihak yang tidak mengerti hukum, khususnya UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” tegasnya.

Roy pun mengutip pernyataan peneliti politik dari BRIN, Firman Noor yang menyampaikan bahwa penghilangan grafik dan rekapitulasi Sirekap ini berbahaya karena dapat disalahgunakan untuk upaya-upaya tersembunyi meloloskan partai tertentu yang semula angkanya kecil mendadak “meroket” menjadi diatas ambang Parliamentary Threshold 4 persen dan masuk Senayan.

“Beliau bahkan menyatakan mustahil PSI (Partai Solidaritas Indonesia) tersebut masuk secara normal, karena masih membutuhkan sekitar 1,5 jjuta suara disaat perhitungan Rekapitulasi sudah diatas 65 persen,” terangnya.

Di ajuga mengutip hasil riset Litbang Kompas yang menunjukkan bahwa Anomali meroketnya perolehan angka partai yang sempat Viral di medsos dengan sebutan “Partai Salah Input” ini memang fantastis, mulai dari 2,77 persen di tanggal 27 Februari pukul 20.45 WIB menjadi 3,13 persen di tanggal 1 Maret pukul 23.00 WIB, bahkan melonjak 22 ribu suara hanya di 202 TPS selama empat jam.

“Artinya selama 4 jam saja, bisa mendapatkan rata-rata 108 suara di tiap TPS. Artinya sepertiga dari tiap TPS yang masuk pada hari dan Jam teraebut memilih caleg atau partai (PSI). Pantas saja kalau Prof Burhanuddin Muhtadi beberapa waktu lalu juga sempat mengatakan “tidak mudeng” dengan Anomali ini, karena memang tidak masuk akal,” tandasnya.

Kembali kepada permasalahan utama dengan dihilangkannya Grafik dan Rekapitulasi di SIREKAP ini, maka kata Roy, sebenarnya sama saja situs bernilai Milyaran yang sudah menghabiskan dana masyarakat ini menjadi mubazir dan buang-buang anggaran negara.

“Sangat layak kalau rekan-rekan ICW (Indonesia Corruption Watch) dan KontraS beberapa waktu lalu mendesak Audit Investigatif atau bahkan melaporkan ke lembaga antirasuah (KPK). Belum lagi ditemukannya mensrea adanya “Json Script” sebagaimana temuan Pakar-pakar IT Independen yang sudah seharusnya mendesak dilakukannya Audit Forensik terhadap Teknologi yang di (salah) gunakan didalamnya,” pintanya

Jika ditinjau secara institusi yang menyangkut nama baik ITB (Intitut Teknologi Bandung), lanjut Roy, yang telah meneken kerjasama dengn KPU semenjak tahun 2021 silam, sungguh sangat ironis dan memalukan karena teknologi malah diindikasikan bisa dipergunakan untuk memuluskan kecurangan dalam Pemilu 2024 ini.

“Secara pribadi sayapun tidak percaya bahwa institusi pendidikan ternama tersebut terlibat, namun sulit menolak kalau ada kecurigaan dari berbagai kalangan bahwa dimungkinkan ada “oknum” yang membiarkan ‘backdoor’ terbuka di sistem Sirekap yang memungkinkan terjadinya semua penyimpangan diatas,” tuturnya

“Kesimpulannya, jangan heran jika Civitas Akademika berbagai kampus yang masih waras dan Masyarakat akan bergerak melihat Akal Sehat dipermainkan SIKAREP, eh, SIREKAP ini. Namun saya tidak percaya bahwa Teknologi, meskipun itu AI sekalipun, bisa berbuat sebodoh dan sekacau ini kalau tanpa ada unsur “man behind the gun” yang memprogramkan dan memberikan ‘script’ atau arahan, bahkan perlindungan disebaliknya. Tetapi saya juga percaya, diatas langit masih ada langit, apalagi ini bulan Suci Ramadan, Gusti Allah SWT tidak Sare dan yang benar akan tetap benar, yang salah akan terungkap salahnya,” pungkasnya menambahkan. (dil)

Exit mobile version