Kasus Kriminalisasi Polres Tangsel Terhadap Pengusaha Muda, Ini Kata Kompolnas dan Kriminolog UI Adrianus Mailala

Kompolnas-Kriminolog

Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti dan Kriminolog UI Adrianus Mailala.

INDOPOS.CO.ID – Kompolnas siap menindaklanjuti dugaan kriminalisasi pengusaha muda Tangerang, Budi Priyantono oleh jajaran Polres Metro Tangsel.

“Kami akan menindaklanjuti pengaduan Sdr. Budi Priyantono dengan melakukan klarifikasi ke Kapolda Metro Jaya melalui Irwasda selaku Pengawas Internal. Karena pengaduan baru saja diserahkan ke Kompolnas, prosesnya masih harus melalui registrasi dan disposisi Komisioner Kompolnas terlebih dahulu. Saya pribadi belum membaca pengaduannya,” ujar Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti kepada indopos.co.id, Rabu (24/4/2024).

Dalam kesempatan itu, Poengky juga menyarankan korban untuk menempuh langkah hukum mempraperadilankan Kapolres Metro Tangsel AKBP Ibnu Bagus Santoso beserta jajarannya.

“Terkait dengan status tersangka, kami sarankan untuk korban mengujinya dengan mengajukan permohonan Pra Peradilan, agar Hakim dapat memutuskan sah/tidaknya status tersebut,” tutur alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga ini.

Kriminolog UI Adrianus Mailala menilai bahwa pelaporan yang bersangkutan ke Kompolnas dan Propam sebagai hal yang wajar.

“Kalau dibawa ke Propam atau Kompolnas, maka dugaannya adalah ada penyimpangan. Apa memang begitu? Jika tidak ada, nanti si pengusaha kecele sendiri. Saya bisa memaklumi tindakan pengusaha karena oknum polisi ada yg bisa “dibeli” sehingga baik bila dilaporkan,” ujar Andrianus kepada indopos.co.id.

Namun, lanjutnya, tindakan Polres Metro Tangsel pastilah berbasis laporan yang diterima. “Kemungkinan si tersangka memiliki perspektif yang lebih luas (dimana orang lainlah yang justru seharusnya tersangka), sehingga merasa tidak adil kalau atas sesuatu yang lebih sempit dirinya jadi tersangka. Kasus penipuan/penggelapan memang berciri multi perspektif makanya kepolisian perlu hati-hati,” ujarnya.

Adrianus menyarankan seyogyanya, pengusaha ini balas melaporkan sehingga ada 2 kasus yg bertolak belakang dan kemudian sama-sama digelar oleh kepolisian. Kepolisian lalu bisa menghentikan salahsatu kasus dan melanjutkan yang lain dengan melihat substansinya.

Sementara Kapolresetro Tangerang Selatan (Tangsel) AKBP Ibnu Bagus Santoso yang dikonfirmasi ngaku pihaknya tetap on the track dalam kasus ini.

Komisaris PT. Sampurna Sistem Indonesia Budi Priyantono membuat laporan pengaduan ke Propam Mabes Polri, Propam PMJ, Kompolnas dan Komisi III DPR. Foto/sumber rajasa Ginting/ indopos.co.id

Sedangkan Kasat Reskrim AKP Alvino Cahyadi juga menyatakan pihaknya sudah sesuai prosedural yang ada. “Sejauh ini penyidik menjalankan tugas sesuai prosedur, pengambilan keputusan dan perkembangan perkara dilaksanakan melalui mekanisme gelar perkara yang ada,” ujar Alvino melalui pesan whatsaap yg dikirim ke indopos.co.id.

Saat disinggung apakah kasus ini terkesan dipaksakan untuk dijadikan Budi Priyantono jadi tersangka karena adanya dugaan intervensi, Kasat Reskrim AKP Alvino Cahyadi tidak menjawab.

Sebelumnya Kapolres Metro Tangsel dan Kasat Reskrim Polres Metro Tangsel resmi dilaporkan Budi Priyantono, seorang pengusaha muda asal Tangerang ke Propam Mabes Polri, Propam Polda Metro Jaya, Kompolnas dan Komisi III DPR RI terkait dengan kasus kriminalisasi terhadap dirinya, Selasa (23/4/2024).

“Hari ini kami resmi melaporkan Kapolres Metro Tangsel dan jajarannya ke Propam Mabes Polri, Propam PMJ, Komisi III DPR dan Kompolnas. Karena yang bersangkutan diduga telah melakukan kriminalisasi dengan menetapkan saya sebagai tersangka tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan sebagaimana Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP tertanggal 4 April 2024 lalu atas laporan PT. KBU,” ujar Budi kepada indopos.co.id, Selasa (23/4/2024).

Komisaris PT. Sampurna Sistem Indonesia ini mengaku dasar tuduhan dirinya melakukan penipuan dan penggelapan terhadap PT KBU jelas tidaklah berdasar karena justru PT KBU lah yang melakukan wanprestasi terhadap dirinya.

Dia menyatakan awal masalah ini terjadi saat PT KBU memesan mesin-mesin berdasarkan SPK No. 013/Pcs-KBU/VII/20 tertanggal 23 Juli 2020, SPK No. 12/Pcs-KBU/VIII/21 tertanggal 26 Agustus 2021, dan SPK No. 010/Pcs-KBU/VI/21 tertanggal 18 Juni 2021 dengan total harga Rp. 5.078.205.000 dan hanya melakukan pembayaran 2 termin yaitu DP dan before delivery dan masih hutang PT Rp. 1.966.776.700.

Namun pada perjalanannya, karena PT KBU mangkir membayar pelunasan senilai Rp. 1.966.776.700, dirinya melakukan PKPU terhadap perusahaan tersebut dan melakukan somasi 2 kali ke PT. KBU, namun tidak ada respon, malahan kami dilaporkan di Polres Tangsel dan Polda.

Anehnya, kata Budi, penyidik Polres Metro Tangsel malah menetapkan dirinya sebagai tersangka melalui Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka Nomor : B/1156/III/RES.1.11./2024/Reskrim tertanggal 28 Maret 2024.

“Saya merasa penetapan tersangka atas diri saya ini merupakan upaya kriminalisasi yang dilakukan oknum penyidik dan PT KBU dengan mengesampingkan semua fakta dan bukti atas perkara hutang piutang antara saya dengan PT. KBU. Padahal faktanya sayalah yang dirugikan dalam perkara ini karena mesin-mesin yang dibeli oleh PT. KBU tak pernah dilunasi sisa pembayarannya,” ujar Budi.

Apalagi dirinya juga pernah melaporkan perkara ini melalui Pengaduan Masyarakat ke Kepala Biro Pengawasan Penyidikan Bareskrim Polri melalui Surat Nomor : 051/SSI/PH/VI/2023 tertanggal 9 Juni 2023 dan sudah digelar perkara secara khusus oleh Biro Wassidik Bareskrim Polri pada tanggal 12 juli 2023.

Dalam gelar perkara tersebut, Ahli Pidana menyatakan tidak menemukan adanya unsur pidana dalam laporan polisi oleh PT KBU dan saya kemudian menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) Nomor : B/12139/IX/RES.7.5./2023/Bareskrim tertanggal 29 September 2023 yang isinya memberi petunjuk dan arahan kepada penyidik agar melakukan pemeriksaan konfrontir.

“Namun penyidik Polres Metro Tangsel tidak melakukannya. Sehingga saya menduga ini merupakan upaya kriminalisasi terhadap saya. Bahkan penyidik mengarahkan saya untuk mengajukan Restorative Justice padahal, berdasarkan SP3D, hasil gelar perkara khusus harus dilaksanakan oleh penyidik dan bukan melakukan Restorative Justice,” katanya. (gin)

Exit mobile version