INDOPOS.CO.ID – Rata rata terduga teroris terpapar paham radikalisme dan disebabkan belajar dengan guru yang salah. Sehingga tafsir agama dan kitab sucinya pun ikut salah, terutama dalam memaknai arti kata kafir dan jihad.
Pernyataan tersebut diungkapkan Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center atau Pusat Rehabilitasi Korban NII Ken Setiawan kepada indopos.co.id, Minggu (4/8/2024).
Menurut Ken, terdapat dua doktrin ‘sakral’ yang sering kali mendasari aksi-aksi radikalisme dan terorisme berbaju ideologi agama, yaitu ‘kafir’ dan ‘jihad’.
“Doktrin Kafir disematkan kepada mereka yang berbeda agama, pokoknya yang berlainan agama. Maka semuanya wajib diperangi dan dibunuh, aksi ini mereka sebut sebagai jihad, ini sangat bahaya,” jelasnya.
“Lihat saja motif HOK terduga pelaku terorisme di Batu Malang itu. Dia tidak akan sampai berani berencana meledakkan diri di rumah ibadah, kalau ia tidak meyakini bahwa orang di luar agamanya itu ‘kafir’,” imbuhnya.
Ia menyebut, remaja 19 tahun seperti HOK sebetulnya adalah makanan empuk jaringan teror. Ia adalah target utama propaganda dengan memanfaatkan fase pencarian identitas yang lazim dijalani oleh seseorang dalam kelompok umur tersebut.
Berita mengenai zero terrorism attack pada tahun 2023, menurut Ken, jangan selalu dibincang sebagai pencapaian. Tetapi sebagai alarm bahwa aliran air yang tenang juga tetap menyimpan potensi bahaya.
“Banyak kasus saat ini yang diterima NII Crisis Center tantang fakta bahwa anak muda sangat rentan teradikalisasi itu lewat media sosial,” katanya.
“Jadi tanpa bergabung dalam kelompok teror pun orang dapat terpapar virus radikalisme lewat medsos,” imbuhnya.
Bila sudah terpapar paham radikalisme, lanjut dia, mereka hanya perlu menemukan mentor. Nantinya akan mengarahkannya kepada tindakan ekstrem seperti bom bunuh diri dan semacamnya.
“Bahkan jika sudah teradikalisasi tanpa jaringan teroris pun mereka juga berpotensi melakukan aksi teror lone wolf,” ucapnya.
Jika sudah masuk dalam fase bom bunuh diri, menurutnya, biasanya seorang teroris sudah sangat yakin bahwa apa yang dilakukannya adalah jihad yang merupakan sebuah kebenaran.
“Aparat harus meningkatkan kewaspadaan jelang pesta demokrasi pilkada serentak, sebab kemungkinan di event itu para teroris diprediksi akan melakukan aksinya,” ungkapnya.
Sebelumnya, Densus 88 melakukan penangkapan kepada tiga orang, salah satu diantaranya berinisial HOK yang masih berusia 19 tahun. HOK disinyalir merupakan simpatisan dari kelompok teroris Daulah Islamiyah yang berafiliasi dengan organisasi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
Pada saat ditangkap, HOK berencana untuk melakukan aksi bom bunuh diri yang menyasar tempat ibadah. Ketiga terduga teroris itu diketahui berasal dari Jakarta. (nas)