INDOPOS.CO.ID – Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ray Rangkuti menilai, potensi munculnya calon tunggal melawan kotak kosong dalam Pilkada serentak 2024 menunjukan kemerosotan demokrasi di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Tentu saja, suasana yang memerosotkan nilai demokrasi ini, kita harapkan tidak berlanjut pada tahapan-tahapan berikutnya,” kata Ray dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (8/8/2024).
Pertanyaannya adalah mengapa di era kepemimpinan Jokowi hampir semua indikator negara demokratis mengalami penurunan? Apakah situasi ini menggambarkan perhatian Jokowi yang rendah pada demokrasi?.
“Atau ini mempertegas apa yang selama ini saya istilahkan sebagai penganut paham demokrasi minimalis?” ucap Ray.
Adalah mereka yang menganggap demokrasi hanya sebatas aturan yang membolehkan dan melarang. Bukan soal moral atau etika dalam bernegara.
Moral dan etika bagi mereka adalah abstrak. Tak terang atau kabur dan bersifat subjektif. Aturanlah, satu-satunya, yang dianggap valid.
Jika yang terjadi demikian, tentu negara Indonesia akan menuju ke rezim aturan. Aturan akan dibuat banyak dan berlipat-lipat, tapi pada ujungnya hanyalah menciptakan ruang bagi kekuasaan oligarki dan nepotis berkembang, menyebar dan dominan.
“Persis seperti yang kita alami saat ini. Di mana kekuasaan oligarkis, nepotis dan dominan mulai merajalela,” kritik Ray.
Dalam situasi kemerosatan subtansi demokrasi inilah praktik borong parpol dalam pilkada dan menciptakan pasangan tunggal melawan kotak kosong tersebut menggejala. Jokowi terkesan tak mempedulikannya, meski kotak kosong diizinkan.
“Seperti biasa, sikap Jokowi adem, membiarkan hal ini terjadi, menganggap bukan masalah demokrasi karena memang dibolehkan aturan,” sesal Ray.
“Padahal, sebagai presiden bukan sekedar membangun infrastruktur, memastikan bahwa kualitas subtansi, moral dan etika demokrasi tetap terjaga,” tambahnya.
Sebagian daerah berpotensi hanya memiliki calon tunggal tanpa pesaing, setelah sejumlah parpol ramai-ramai bergabung dengan calon yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM). Bahkan di Jakarta muncul wacana membentuk KIM Plus.
Adapun sejumlah daerah itu yakni, pada pemilihan gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Daerah Khusus Jakarta dan beberapa daerah lainnya di Indonesia. (dan)