INDOPOS.CO.ID – Anggota DPRD DKI Jakarta F-PDIP Gilbert Simanjuntak menilai, upaya Baleg DPR RI untuk mensiasati syarat umur calon gubernur/wakil gubernur sangatlah tidak bermutu. Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan nomor 60 dan 70.
Perkara dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menguji konstitusionalitas Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Putusan MK telah bersifat mengikat dan dinilai secara hukum lebih kuat. Dengan demikian putusan MK mengugurkan putusan Mahkamah Agung (MA) soal ambang batas pencalonan di Pilkada serentak 2024.
“Jelas acuan MK adalah UUD, sedangkan acuan MA adalah UU. Sedangkan DPR hendak merevisi UU yang dikoreksi MK lewat putusannya,” kata Gilbert Simanjuntak dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Sepatutnya pemerintah menghormati MK karena hakimnya ada tiga yang berasal dari unsur pemerintah dan tiga atas usul DPR, dan UU yang mengatur MK produk Pemerintah dan DPR.
“Sehingga kalau secara demokrasi itu dibentuk, Pemerintah harusnya tidak mengusulkan perubahan dengan mengusulkan usia pencalonan sesuai tanggal pelantikan, sesuai MA,” ujar Gilbert.
Ia menekankan, semua pihak harus menghormati MK yang merupakan produk UUD, dan aturan yang digunakan MK juga produk Pemerintah dan DPR (UU).
“Pemerintah dan DPR sekarang ini kehilangan wibawa dan pesona dengan sikapnya ini,” kritik Gilbert.
“Tidak berfungsi sebagai penjaga bangsa dan negara tapi sebagai penjaga keluarga. Ini bentuk arogansi terparah semenjak Reformasi, Orde Baru saja menghormati aturan main,” tambahnya.
Dalam sidang Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Baleg DPR hari ini, putusan MK diakali dengan membuat pelonggaran ambang batas hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD. Diketahui siasat tersebut demi memuluskan sosok tertentu maju Pilkada 2024. (dan)