INDOPOS.CO.ID – Kasus perundungan atau bullying kembali terjadi, bahkan hingga menyebabkan korban jiwa. Menyikapi hal ini, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Puan Maharani mendesak Pemerintah dan stakeholder di bidang pendidikan untuk meningkatkan pengawasan dan memperbanyak program-program anti-bullying di sekolah.
“Maraknya kasus perundungan yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur harus menjadi evaluasi bersama. Pemerintah dan pihak-pihak terkait harus memperketat pengawasan di lingkungan pendidikan, terutama di sekolah-sekolah,” ujar Puan dalam keterangan resminya, Minggu (15/9/2024).
Beberapa kasus perundungan yang melibatkan anak di bawah umur yang terbatunadalah peristiwa perundungan yang menimpa siswa sekolah negeri kejuruan di Gorontalo. Korban diduga dipalak dan dipaksa untuk menenggak minuman keras oleh beberapa siswa lainnya di lingkungan sekolah.
Selain itu, peristiwa tragis menimpa siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan. Anak perempuan berusia 13 tahun itu diperkosa hingga akhirnya meninggal dunia oleh 4 orang pelaku yang merupakan temannya. Usia pelaku berkisar antara 12 hingga 16 tahun.
Belum lama ini, bullying juga terjadi di salah satu SMP di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, di mana seorang siswa dianiaya oleh teman sekelasnya hingga terkapar. Video perundungan dengan aksi kekerasan itu viral di media sosial.
Puan pun menyatakan, masih banyaknya kasus perundungan pada anak membuktikan masih ada yang kurang pada sistem pendidikan di Indonesia.
“Harus dicari akar masalahnya itu apa, dan solusi yang komprehensif. Masalah perundungan di sekolah perlu diatasi dari hulu ke hilir, dan pastinya perlu melibatkan lintas sektor. Baik itu pendidikan, sektor perlindungan anak, kesehatan untuk urusan psikologi, sampai bidang hukum,” paparnya.
Puan menilai, program anti-bullying di sekolah harus semakin diperbanyak. Secara khusus, ia mendorong Pemerintah menciptakan program pendidikan khusus untuk mengatasi masalah perundungan di sekolah.
“Misalnya edukasi rutin kepada siswa tentang bahaya perundungan yang memiliki risiko besar baik bagi korban maupun pelaku. Termasuk sosialisasi soal ancaman yang bisa didapat dari perilaku perundungan,” tuturnya.
“Semakin sering anak mendapat informasi soal dampak dari bullying, kita harap tindakan perundungan anak di sekolah bisa semakin ditekan. Sehingga anak-anak juga jadi paham jenis apa saja yang masuk dalam kategori perundungan karena sering kali perundungan kecil dianggap hal biasa saja,” tambahnya.
Sekolah dinilai bisa melibatkan pihak eksternal yang berperan sebagai bentuk pembinaan. Misalnya lembaga anti-narkoba, psikolog dan influencer pendidikan.
“Anak-anak juga perlu semakin banyak diberikan ruang melakukan kreativitas agar waktunya bisa lebih banyak melalukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat,” jelas Puan.
Di luar pendidikan akademik, Puan menyebut Pemerintah perlu memperluas program kegiatan untuk anak-anak sekolah.
“Seperti kompetisi olahraga dan seni, atau kegiatan pendidikan leadership dan kegiatan yang bisa menunjang prestasi lainnya,” katanya.
“Dengan banyaknya kegiatan, literasi anak-anak pastinya akan bertambah. Sehingga anak-anak dapat memiliki perilaku dan pemikiran yang baik. Anak-anak juga bisa berkembang ke arah yang lebih positif,” tutur Puan.
Dia menegaskan, perlindungan anak dan remaja di sekolah harus menjadi prioritas utama semua pihak. Puan mendorong terciptanya sekolah yang ramah anak.
“Sekolah adalah tempat di mana anak-anak dan remaja seharusnya merasa aman, belajar, dan berkembang dengan baik. Di sekolah anak bukan hanya menimba ilmu, tapi juga tempat mencari jati diri. Maka kekerasan apapun bentuknya tidak boleh terjadi di sekolah,” sebutnya. (dil)