INDOPOS.CO.ID – Senarai dan Jikalahari mendesak Alexander Marwata mundur dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK karena dinilai tidak memiliki integritas sebagai pemimpin lembaga antikorupsi.
Berdasarkan UU 19/2019 tentang KPK, tugas pimpinan KPK mencakup pencegahan korupsi, koordinasi dengan instansi terkait, pengawasan pemerintahan, supervisi, penyelidikan, penyidikan, hingga pelaksanaan putusan pengadilan.
Alexander Marwata sering mengeluarkan pernyataan kontroversial, seperti: masyarakat tidak lagi takut korupsi (DPR), publik diminta tidak terlalu berharap pada KPK (diskusi publik), jangan berekspektasi tinggi dari KPK (wawancara Tempo), meragukan integritas pimpinan KPK (diskusi antikorupsi), dan mengakui kegagalan KPK memberantas korupsi selama delapan tahun (rapat DPR).
“Menjelang akhir masa jabatannya pada 20 Desember nanti, daripada mengeluh, lebih baik fokus bekerja mengejar buronan kasus besar, menetapkan tersangka pemilik korporasi yang menyuap kepala daerah, dan menelusuri rekam jejak pimpinan KPK baru serta peserta pemilihan kepala daerah,” kata Koordinator Senarai, Jeffri Sianturi dalam keterangan pers yang diterima indopos.co.id, Jumat (27/9/2024).
Menurutnya, ketidaktegasan Alexander Marwata dan pimpinan KPK periode 2019-2024 dalam menindak korporasi, termasuk Rosman dari PT RAPP yang terlibat dalam korupsi kehutanan di Riau, menjadi penyebab kegagalan KPK dalam memberantas korupsi.
“Meski peran Rosman dan 20 perusahaan HTI disebutkan dalam persidangan kasus mantan Gubernur Riau dan sejumlah pejabat, KPK justru menerbitkan SP3 dan mengeluh, bukannya menindak tegas kejahatan korporasi di bidang sumber daya alam dan lingkungan,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, menyebut pernyataan pesimistis Alexander Marwata sebagai sikap amoral yang tidak pantas bagi seorang Wakil Ketua KPK.
Sikap tersebut merusak wibawa KPK dan mengkhianati cita-cita reformasi untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Alex Marwata sudah tidak pantas lagi menjabat sebagai Wakil Ketua KPK dan harus segera mundur. Masih banyak sosok yang memiliki moral, integritas, dan komitmen tinggi untuk memberantas korupsi di negeri ini,” katanya.
Ia juga menjelaskan, di tengah proses seleksi calon pimpinan KPK yang akan menyaring 10 nama sebelum diserahkan ke Presiden pada 1 Oktober, komitmen pimpinan KPK periode 2025-2029 harus benar-benar diperiksa.
“Mereka harus berani memberantas korupsi dari level bawah hingga ke level korporasi dan pemiliknya,” tegasnya.
Ia mendesak agar perilaku Alexander Marwata tidak terulang pada pimpinan KPK mendatang. Panitia seleksi KPK, Presiden, dan Komisi III DPR RI harus lebih selektif dalam memilih calon pimpinan yang memiliki integritas, moral, dan keberanian tinggi, serta tidak pandang bulu dalam menangani korporasi.
“Panitia seleksi harus lebih berhati-hati,” katanya.
Ia menambahkan, pada 14 Juni 2024, Alex Marwata dan pimpinan KPK lainnya malah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk Surya Darmadi, pemilik Darmex Grup, yang terlibat dalam kasus suap terkait pemutihan kebun sawit ilegal di Riau, meskipun sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK periode sebelumnya.
“Pada 14 Juni 2024, Alex mengeluarkan SP3 untuk Darmadi dalam kasus suap, padahal Darmadi sudah ditetapkan sebagai tersangka,” pungkasnya. (fer)