INDOPOS.CO.ID – Langkah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut nama Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/MPR/1998, yang menekankan pentingnya pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dikritik sejumlah pihak.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal MPR Siti Fauziah enggan menanggapi adanya kritik tersebut. Sebab, menurutnya keputusan menghilangkan nama mantan Presiden ke-2 Indonesia Soeharto dari TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 merupakan keputusan pimpinan MPR.
“Kalau itu ranah politik, mohon maaf bukan saya yang akan menjawab,” kata Siti Fauziah di Jakarta, Sabtu (28/9/2024).
Bahkan ada yang menilai pencabutan nama Soeharto itu inkonstitusional, karena MPR sudah tidak berwenang membuat yang sifatnya pengaturan. Namun, ia kembali tak merespons kritik yang muncul tersebut.
“Kalau itu saya tidak jawab karena saya PNS, ranah saya administrasi bukan ranah saya menjawab politik,” ujar Siti Fauziah.
Ia menampik, pimpinan MPR membuat ketetapan yang sifatnya mengatur melalui penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR Nomor XI/MPR/1998. “Memang tidak membuat. Tidak ada ketetapan baru,” jelas Siti Fauziah.
MPR baru saja menggelar Silahturahmi Kebangsaan bersama Keluarga Soeharto di Kompleks Parlemen, Jakarta. Diketahui penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR bermula dari usulan Fraksi Golkar yang disetujui pimpinan MPR.
Selanjutnya surat jawaban pimpinan MPR diserahkan kepada keluarga Soeharto. “Terkait pasal 4 tetapi hanya khusus untuk (nama) pak Seoharto. Jadi tidak menghapus atau mencabut pasal atau TAP MPR yang ada. Intinya tidak mencabut,” imbuh Siti Fauziah.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menjelaskan, pencabutan nama itu merupakan langkah lanjutan dari surat Fraksi Golkar pada 18 September 2024. Keputusan itu kemudian diambil dalam Rapat Pimpinan MPR diadakan bersama pimpinan fraksi dan DPD pada 23 September 2024.
Dalam Rapat Gabungan Pimpinan MPR, disepakati penyebutan nama Soeharto dalam pasal 4 TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 kini dianggap selesai, mengingat yang bersangkutan telah meninggal dunia.
Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam laman resminya menyatakan, pencabutan nama itu merupakan langkah keliru karena tidak mempertimbangkan aspek historis lantaran berpotensi memutihkan dosa-dosa Soeharto selama 32 tahun.
Diduga dipenuhi dosa kejahatan HAM, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan menghapus namanya dari ketetapan menuntut akuntabilitas, seolah-olah MPR memberikan amnesti moral bagi tindakan yang telah merugikan masyarakat luas.
Belum lagi, pencabutan nama Soeharto dari TAP MPR tersebut juga diiringi dengan wacana untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, yang sempat beberapa kali digulirkan seperti pada tahun 2010. (dan)