INDOPOS.CO.ID – Pimpinan DPR RI, Selasa (8/10/2024) siang, menggelar audiensi dengan Solidaritas Hakim Indonesia (SHI). Dalam pertemuan itu, perwakilan para hakim menyampaikan empat tuntutan, terutama terkait perubahan Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2012 yang mengatur hak keuangan dan fasilitas hakim di ruang rapat Komisi III DPR RI, Jakarta
Menurut Juru Bicara SHI, Fauzan Arrasyid, kesejahteraan yang tidak memadai berpotensi mengurangi semangat kerja para hakim dan dapat mempengaruhi integritas mereka dalam menjalankan tugas.
“Pertama, mendorong perubahan PP 94 Tahun 2012 tentang Hak-Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim. Ini memang betul harus jadi sorotan yang mulia anggota dewan. Jika tidak banyak hakim-hakim muda yang menyerah mundur sebagai hakim, bisa luntur integritasnya bisa menyerah akhirnya menikmati rezeki yang haram. Kami mohon ini jadi perhatian,” kata dia di depan pimpinan DPR.
Kedua, SHI menuntut pembahasan RUU Jabatan Hakim. RUU ini membahas seluruh hal mengenai para hakim dari proses rekrutmen, promosi, mutasi sampai pengawasan.
“Kami minta pengawasan terhadap hakim juga diperkuat pimpinan sebab kami yakin kesejahteraan yang baik saja tidak cukup tanpa ada monitoring dan evaluasi yang lebih serius kepada kami. Kami ingin peradilan yang bersih pimpinan. Kami juga punya keluarga dari rakyat biasa, kami dengar cerita-cerita mereka bagaimana wajah peradilan saat ini. Kami ingin pastikan tempat kami mencari rezeki juga dipandang bersih oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” ujar Fauzan.
Tuntutan ketiga adalah mendorong DPR membahas RUU Contempt of Court atau pelecehan terhadap persidangan. Karena banyak sekali pelecehan terhadap proses persidangan baik di dalam ruang persidangan, lingkungan persidangan maupun di luar.
“Ketiga, kami mendorong agar dilakukan pembahasan RUU Contempt of Court pelecahan terhadap persidangan. Sebab banyak sekali penghinaan itu terjadi di dalam ruang persidangan, terjadi di lingkungan ruang satuan kerja bahkan di luar,” ucapnya.
Terakhir, para hakim meminta adanya aturan jaminan keamanan bagi hakim dan keluarga. Karena dalam menjalankan tugasnya para hakim kerap mendapatkan intimidasi.
“Terakhir, adalah agar segera didorong adanya pembahasan peraturan pemerintah terhadap jaminan bagi hakim dan juga keluarga hakim itu sendiri karena ada banyak intimidasi yang kita terima,” imbuh Fauzan.
Di kesempatan yang sama, salah satu hakim menyampaikan keluhan terkait gaji yang tidak layak diterima dirinya selaku hakim di pengadilan negeri (PN).
“Kami tidak minta tinggi-tinggi seperti komisaris Pertamina, tidak Pak. Enggak minta seperti direktur utama Mandiri,” kata hakim Pengadilan Negeri (PN) Bireuen, Aceh, Rangga Lukita Desnata,
Rangga menyampaikan para hakim hanya meminta kelayakan hidup. Sebab, kata dia, hakim memiliki tanggung jawab besar untuk memutus berbagai perkara.
“Supaya keadilan tetap tegak di muka bumi Indonesia, kami minta Pak, agar kesejahteraan kami diperhatikan,” ucap Rangga.
Rangga berujar saat ini gaji hakim yang baru diangkat sekitar Rp 12 juta per bulan. Nominal itu terdiri dari gaji pokok sekitar Rp 3 juta dan berbagai tunjangan Rp 8,5 juta.
Namun, penghasilan itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup hakim yang juga harus mempertimbangkan berbagai hal, termasuk keamanan keluarga mereka.
“Kami tidak punya keamanan. Anak-istri kami terancam jiwanya pak,” ujar Rangga.
Rangga mengatakan penghasilan bulanan hakim tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak dan aman, semisal memiliki mobil dan rumah sendiri.
“Kalau kami pakai motor Pak, rentan sekali, diserempet sedikit kami bisa celaka, bisa mati konyol,” kata dia.
Rangga juga sempat menyinggung ketimpangan gaji hakim dengan penghasilan para pesohor. “Gaji kami saat ini bisa jadi kayak uang jajan Rafathar tiga hari. Rafathar itu anak selebgram, anak artis, Raffi Ahmad. Bisa seperti itu,” ucap dia.
Rapat dengan Solidaritas Hakim Indonesia dihadiri sejumlah pimpinan DPR. Di antaranya Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan Cucun Ahmad Syamsurijal. (dil)