INDOPOS.CO.ID – Penetapan eks Menteri Perdagangan Thomas Lembong sebagai tersangka dalam kasus impor gula membuka peluang bagi Kejagung untuk mengungkap jaringan korupsi yang terlibat.
Publik menanti, apakah kasus ini akan mengungkap nama-nama lain yang terlibat dalam skandal gula.
Para pengamat mendesak Kejagung untuk mengusut tuntas tanpa pandang bulu, serta menekankan pentingnya pengawasan ketat agar penyelidikan tidak terpengaruh oleh intervensi pihak berkepentingan yang dapat mengaburkan kebenaran.
“Penetapan Lembong sebagai tersangka membuka babak baru pemberantasan korupsi di sektor pangan strategis,” kata Pakar Hukum Universitas Trisaksi, Trubus Rahardiansyah dikonfirmasi INDOPOS.CO.ID pada Rabu (30/10/2024).
Menurutnya, pertanyaan besar tetap bergema apakah Thomas Lembong bertindak seorang diri, atau ada kekuatan lebih besar di balik layar yang ikut memanfaatkan skema impor gula ini.
“Mengingat betapa sensitifnya sektor pangan bagi stabilitas ekonomi dan sosial Indonesia, kasus ini diyakini melibatkan jaringan kuat yang memiliki akses tinggi,” ujarnya.
Ia mengatakan, di balik penetapan Lembong sebagai tersangka, ada kemungkinan bahwa skandal ini melibatkan ‘tangan tak terlihat’ dengan kepentingan ekonomi yang besar.
“Sulit membayangkan seorang pejabat publik bekerja sendiri dalam skandal sebesar ini tanpa dukungan atau arahan dari aktor lain di lingkaran kekuasaan,” kata dia.
Trubus menuturkan, skandal gula ini bukan hanya soal hukum, melainkan juga soal keberanian dan konsistensi dalam membongkar aktor-aktor besar di balik krisis pangan Indonesia.
Lanjutnya, Kejagung dihadapkan pada ujian besar untuk membuktikan keseriusannya dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu, terutama ketika berhadapan dengan tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar.
“Apakah Thomas Lembong sekadar bagian kecil dari skema yang lebih besar? Ataukah ia memang aktor utama di balik permainan ini?,” tuturnya.
Sejalan dengan pandangan tersebut, pakar ekonomi Salamudin Daeng menyoroti bagaimana skandal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam kebijakan pangan nasional.
“Jika kasus ini terus diusut, bisa jadi kita akan menemukan lebih banyak nama besar yang terlibat. Mereka ini adalah orang-orang yang selama ini berada di balik kebijakan yang merugikan masyarakat luas,” tukasnya.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan penetapan Thomas Lembong sebagai tersangka bukan tanpa dasar.
Bukti-bukti awal menunjukkan adanya indikasi manipulasi dalam proses pengadaan izin impor gula yang melibatkan sejumlah oknum di pemerintahan dan pihak swasta.
Qohar menuturkan bahwa skema korupsi ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berdampak langsung terhadap petani gula lokal dan harga kebutuhan pokok masyarakat.
“Penelusuran kami mengungkap pola kolusi yang terstruktur dan masif, dengan aktor-aktor yang memiliki pengaruh kuat,” tuturnya.
Lebih lanjut, Abdul Qohar menjelaskan bahwa pola tersebut melibatkan manipulasi kuota impor, pengaturan harga, hingga pengelolaan distribusi yang terpusat pada kelompok tertentu.
“Pada Januari 2016, Tersangka TTL menerbitkan Surat Penugasan bagi PT PPI untuk memenuhi stok dan stabilisasi harga gula nasional, dengan target pengolahan 300.000 ton GKM impor menjadi GKP melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri,” ucapnya. (fer)