Ukraina Minta Palang Merah Internasional Tidak Bangun Kantor di Perbatasan Rusia

ICRC

Logo International Committee of the Red Cross (ICRC). Foto: icrc.org

INDOPOS.CO.ID – Ukraina meminta Komite Palang Merah Internasional atau International Committee of the Red Cross (ICRC) untuk tidak membuka kantor di Kota Rostov-on-Don Rusia, yang terletak di dekat perbatasan timur, sehingga tidak mendukung apa yang diklaim Kiev sebagai tindakan penculikan dan deportasi paksa orang Ukraina ke Rusia.

Sementara ICRC mengatakan mereka tidak memiliki informasi langsung tentang laporan evakuasi paksa ke Rusia dari Ukraina dan tidak memfasilitasi operasi semacam itu. Dikatakan ICRC berencana untuk membuka kantor di Rostov-on-Don untuk meningkatkan kemampuannya membantu mereka yang membutuhkan.

“Prioritas kami adalah menjangkau para korban konflik bersenjata, di mana pun mereka berada, untuk membantu mereka ,” kata ICRC, seperti dikutip rt.com, Selasa (29/3/2022).

Keputusan untuk membuka kantor di kota itu diambil oleh badan amal tersebut setelah kunjungan Presiden ICRC Peter Maurer ke Rusia, 23 hingga 24 Maret.

Dalam sebuah surat terbuka kepada ICRC pada 26 Maret, ketua komite kesehatan masyarakat parlemen Ukraina, Mikhail Radutskiy, mengatakan pihaknya sangat menentang pembukaan kantor ICRC di Rostov-on-Don.

“Komite menyerukan kepada Komite Palang Merah Internasional untuk tidak melegitimasi ‘koridor kemanusiaan’ di wilayah Federasi Rusia dan tidak mendukung penculikan dan deportasi paksa warga Ukraina. Kami meminta Anda untuk mengubah keputusan Anda tentang masalah ini,” bunyi surat itu.

Moskow membantah tuduhan Kiev, menuduh pasukan Ukraina telah menghalangi koridor kemanusiaan itu dan menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia.

Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, Kiev secara konsisten menentang evakuasi warga Ukraina ke Rusia dan mendorong paksa pengungsi ke barat.

Meskipun demikian, terlepas dari tentangan itu, sejak peluncuran “operasi militer khusus” Rusia pada 24 Februari, lebih dari 400 ribu orang telah dievakuasi dari Ukraina ke Rusia, menurut kepala Pusat Manajemen Pertahanan Nasional Rusia, Mikhail Mizintsev.

Moskow mengirim pasukannya ke Ukraina pada akhir Februari, menyusul kebuntuan tujuh tahun atas kegagalan Kiev untuk menerapkan ketentuan perjanjian Minsk dan mengakhiri konflik dengan wilayah Donetsk dan Lugansk yang memisahkan diri. Rusia akhirnya mengakui keduanya sebagai negara merdeka, di mana mereka meminta bantuan militer.

Rusia menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin Amerika Serikat (AS).

Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan telah membantah klaim pihaknya berencana untuk merebut kembali dua republik Donbass dengan paksa. (dam)

Exit mobile version