Warga Georgia Protes RUU terkait Pembatasan Kegiatan Organisasi yang Didanai Asing

Polisi-Georgia

Polisi Georgia menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa yang memprotes RUU terkait pembatasan kegiatan organisasi yang didanai asing. Foto: rt.com

INDOPOS.CO.ID – Polisi anti huru-hara di Tbilisi, Georgia menembakkan gas air mata dan meriam air pada Selasa (7/3) malam untuk membubarkan demonstran yang mengepung parlemen Georgia sebagai protes atas Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan membatasi kegiatan organisasi yang didanai asing.

Meskipun beberapa pengunjuk rasa bubar, siaran langsung dari jaringan TV lokal menunjukkan ribuan orang masih berkumpul di luar pintu masuk parlemen di Rustaveli Avenue, menentang perintah polisi untuk bubar.

Polisi akhirnya maju ke arah pengunjuk rasa dan mendorong mereka menjauh dari gedung parlemen. Pada pukul 03.00 waktu setempat, sebagian besar massa telah bubar.

Sebelumnya pada hari itu, anggota parlemen Georgia memberikan suara 76-13 mendukung RUU yang akan mengamanatkan semua organisasi yang menerima lebih dari 20 persen pendanaan dari luar negeri untuk mendaftar sebagai agen asing.

Partai-partai oposisi mengecam RUU itu sebagai gaya Rusia. Mereka didukung oleh kedutaan Amerika Serikat (AS) di Tbilisi, yang menyebut pengesahan RUU tersebut sebagai hari gelap bagi demokrasi di Georgia.

Mereka mengatakan RUU itu akan merusak pekerjaan penting banyak organisasi Georgia yang membantu sesama warga.

Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Josep Borrell juga menggambarkan RUU yang diusulkan itu bertentangan dengan nilai-nilai UE dan meminta Georgia untuk mendukung demokrasi, supremasi hukum, dan hak asasi manusia.

Presiden Georgia Salome Zurabishvili, yang saat ini mengunjungi AS, mendukung protes tersebut dan mengatakan dia akan memveto undang-undang tersebut jika disahkan.

“Undang-undang ini tidak dibutuhkan oleh siapa pun, dan tidak datang dari mana pun, jika bukan atas perintah Moskow,” katanya dalam pidato video dari New York, seperti dilansir rt.com, Rabu (8/3/2023).

“Saya tidak peduli dengan pembahasan pasal demi pasal, kesamaannya dengan hukum Amerika kuno, yang kita ketahui memiliki tujuan yang sama sekali berbeda,” tambahnya.

Konstitusi Georgia, lanjut Zurabishvili, mengatakan kewajiban utama pemerintah adalah membawa negara ini ke UE, untuk melindungi jalur integrasi Eropa, dan undang-undang yang dimaksud adalah membawa kita semua menjauh dari Eropa.

Lahir di Prancis, Zurabishvili adalah duta besar Prancis untuk Tbilisi pada tahun 2004, ketika Revolusi Mawar yang didukung AS membawa Mikhail Saakashvili ke tampuk kekuasaan.

Dia dengan cepat menerima kewarganegaraan Georgia dan menjadi menteri luar negeri negara itu. Partai Georgian Dream yang berkuasa, yang menggulingkan Saakashvili pada 2012, mendukung Zurabishvili dalam pemilihan presiden 2018, tetapi sejak saat itu mereka mundur. (dam)

Exit mobile version