oleh Yanuardi Syukur, Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional
INDOPOS.CO.ID – Di sela-sela menghadiri Konferensi Tingjat Tinggi (KTT) ASEAN ke-43, Perdana Menteri Malaysia Dato’ Seri Anwar Ibrahim berbagi gagasan dan pemikirannya di acara ‘Temu Anwar’ yang digelar di Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Acaranya dipandu dengan menarik oleh selebriti Raffi Ahmad dan Nagita Slavina serta Ahmad Dhani. Soalan berat jadi ringan pada acara malam itu yang dihadiri oleh banyak kalangan tersebut, termasuk selebriti Indonesia dan Malaysia.
Kita sudah tahu perjuangan lelaki 76 tahun tersebut tidak mudah. Lebih 10 tahun mendekam di penjara, tapi semangatnya untuk berjuang bagi bangsanya tetap membara sampai menjadi perdana menteri di tahun 2022 lalu.
Mengutip Pakar Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Nurul Isnaeni, PhD, perjalanan hidup Anwar Ibrahim yang keras membuatnya menjadi pribadi yang matang, bukan hanya sebagai politisi, tapi juga negarawan.
Suatu waktu, Anwar bertemu B J Habibie. Habibie yang bersedih melihat penderitaan Anwar, meminta Anwar agar tinggal di Jakarta, akan tetapi Anwar memilih pulang ke Malaysia, sebab di negerinya itu dia bisa berjuang bagi bangsanya. Walau harus dipenjara (lagi), bagi Anwar itu konsekuensi dari perjuangan.
“Saya melihat always in the positive,” kata Anwar malam itu.
Masuk penjara adalah derita, bagi sebagian orang. Tapi bagi Anwar, untuk perjuangan, di penjara atau di luar penjara tetaplah perjuangan. Dia tidak mengeluh, apalagi harus berputus asa, apalagi dia teringat bagaimana perjuangan para Nabi dan Rasul di masa lalu yang diterpa badai ujian yang begitu berat dari yang dia rasakan.
Secara politik, Anwar berusaha berada di tengah. Dia dihadapkan pada anggapan sebagian masyarakat bahwa dia terlalu pro-Barat.
“Bahkan jika pemerintahan Anwar cenderung meningkatkan hubungan diplomatik yang lebih erat dengan Washington, Anwar harus memperhatikan sentimen yang ada di kalangan Muslim Melayu yang secara emosional mengidentifikasi perjuangan Palestina dan yang menegur dukungan AS terhadap Israel,” tulis Nawaljeet Singh Rayar, Associate Research Fellow di S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University (NTU), Singapura dalam tulisannya “East of West: How Anwar Ibrahim Decides? (17/4/2023). Pastinya, Anwar berusaha menghindari label “pro-Barat” tersebut.
Politisi kelahiran Cherok Tok Kun, Bukit Mertajam, Pulau Pinang tersebut juga mengajarkan satu hal: kekuatan jiwa. Kekuatan inilah yang menggerakkan para pejuang kita di masa lalu untuk melawan penjajah demi menegakkan marwah sebagai manusia dan komunitas.
Jiwa yang kuat adalah kunci, dan itulah yang membuat nama-nama tokoh kita masih harum; Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir, Natsir, Hamka, dan tokoh-tokoh perempuan luar biasa seperti Malahayati, Rasuna Said, Kartini, dan lain sebagainya. Pada jiwa yang kuat terhadap masa depan yang cerah.
Anwar juga bercerita tentang pentingnya iman dan pengetahuan. Keduanya adalah kesatuan, tidak terpisahkan; bahkan perlu hadir dalam satu tarikan nafas kita. Kita beriman kepada Allah SWT, dan konsekuensinya kita belajar memperkaya diri dengan berbagai pengetahuan. Setelah dapat pengetahuan, kita berbagi kepada sesama untuk mencerahkan masyarakat kita.
Saat dipenjara, Anwar memilih untuk menghafal Alquran, hadits, dan membaca buku. Teman-temannya dari seluruh dunia mengirimkannya buku, dan dia baca selahap-lahapnya. Maka, jika kita dengar ceramah Anwar kita akan dapat berbagai nama penulis besar seperti sejarawan Prancis Alexis de Tocqueville hingga filsuf Pakistan Muhammad Iqbal yang karyanya berpengaruh di dunia. Membaca karya orang besar sangat berguna untuk melatih pikiran kita adalah tidak hanya berpikir buat diri sendiri, akan tetapi berpikir dan bertindak untuk orang banyak.
“Manfaatkanlah waktu dengan tradisi ilmu,” nasihat Anwar ini sangat baik. Saat ini kita hidup dengan gadget, setiap hari kita bangun tidur buka handphone, begitu juga saat mau tidur. Akan tetapi, apakah yang kita baca? Jika membuka Instagram, Twitter (sekarang; X), atau Facebook, apakah yang kita baca dari situ? Maka, teramat sayang waktu digunakan untuk yang sia-sia, yang tidak bermakna. Anwar mengajar kita untuk menggunakan waktu sebaik mungkin, mumpung kita masih muda, masih kuat untuk beraktivitas.
“Ilmu yang bermanfaat untuk rakyat digarap daripada hasil pembacaan buku yang bermutu. Dengan luasnya akses kepada bahan bermutu, kecerdasan dan kematangan sesebuah masyarakat akan meningkat,” demikian kata Anwar suatu ketika.
Satu lagi yang penting kata beliau adalah mencintai keluarga. Anwar adalah pribadi yang sangat dekat dengan istri dan anak-anaknya. Anwar menikahi wanita kelahiran Singapura, Wan Azizah Wan Ismail pada 26 Februari 1980, dan memiliki lima anak perempuan dan seorang anak laki-laki: Nurul Izzah, Nurul Nuha, Mohd Ehsan, Nurul Ilham, Nurul Iman, dan Nurul Hana.
Anak sulungnya, Nurul Izzah, mengikuti karier ayahnya menjadi anggota parlemen. Anwar berpesan kepada kita semua agar mencintai keluarga kita sebaik-baiknya, sebab keluarga itulah yang menjadi penopang terbesar kita, terutama di saat kita berada di masa-masa sulit.
Nasihat Anwar Ibrahim—yang tersurat atau tersirat—sangat inspiratif untuk kita di tanah Melayu, Indonesia dan Malaysia. Kehadiran peserta dari kedua negara tersebut sangat bermakna untuk menguatkan ikatan antara kedua bangsa di tanah Melayu ini dan bagian dari ASEAN.
Presiden Joko Widodo mengibaratkan di ASEAN ini kita adalah keluarga yang harmonis, kompak, dan berprestasi. Maka, relasi antara Indonesia-Malaysia harus kita tingkatkan, begitu juga dengan keluarga besar negara ASEAN lainnya.*