INDOPOS.CO.ID – Paus Fransiskus dalam kunjungan apostoliknya di Papua New Guinea (PNG) berbicara tentang keadilan, kedekatan, bela rasa dan kelembutan (justice, closeness, compassion and tenderness).
Memulai hari pertamanya di tanah PNG, Paus Fransiskus menyapa Gubernur Jenderal, pejabat pemerintah, dan korps diplomatik pada pagi hari sesuai dengan protokol perjalanan apostoliknya, Sabtu (7/9/2024).
Di sepanjang jalan dan di luar kantor pemerintah, ribuan orang PNG, dengan bangga mengenakan kemuliaan suku mereka, berupa bulu, bunga, cat tubuh dan wajah, melambaikan bendera Vatikan dan PNG yang tak terhitung jumlahnya.
Di negara yang dihuni oleh lebih dari 600 suku dan berbicara dalam lebih dari 800 bahasa yang berbeda itu, Paus Fransiskus menyatakan rasa kagumnya akan kekayaan keragaman tersebut.
Paus Fransiskus tetap konsisten dengan seruannya untuk memelihara persaudaraan dan memajukan kebaikan bersama. Ia meminta agar pendapatan dari sumber daya alam negara didistribusikan secara lebih adil dan agar dilakukan upaya untuk mengekang kekerasan.
“Meskipun perusahaan asing terlibat dalam ekstraksi sumber daya, sudah sewajarnya jika penduduk lokal mendapatkan keuntungan dari pendapatan dan tenaga kerja untuk meningkatkan kondisi hidup mereka,” ujar Paus Fransiskus sebagaimana dilansir indopos.co.id dari vaticannews.va, Minggu (8/9/2024).
Paus juga berbicara tentang ketidaksetaraan gender dengan mengatakan bahwa perempuan adalah mereka yang memajukan negara, mereka memberi kehidupan, membangun dan mengembangkan negara. Perempuan, tegasnya, berada di garis depan pembangunan manusia dan spiritual.
Pada sore harinya, saat berpidato di hadapan para uskup, imam, biarawan, seminaris, dan katekis, Paus Fransiskus kembali mengangkat topik tersebut dengan mendesak mereka yang hadir untuk menjaga mereka yang terpinggirkan dan terluka, baik secara moral maupun fisik, akibat prasangka dan takhayul, terkadang sampai pada titik harus mempertaruhkan nyawa mereka.
“Berada di sana untuk mereka yang berada di pinggiran dengan kedekatan, kasih sayang, dan kelembutan,” ujarnya.
Paus mendorong mereka yang hadir untuk meniru para santo dengan membawa Kristus ke pinggiran negara itu.
“Saya memikirkan orang-orang yang termasuk dalam segmen masyarakat perkotaan paling miskin, serta mereka yang tinggal di daerah paling terpencil dan terlantar, di mana terkadang kebutuhan dasar tidak terpenuhi,” tuturnya.
Pertemuan yang paling mengharukan adalah pertemuan yang didedikasikan untuk anak-anak jalanan dan penyandang cacat yang berkumpul di Sekolah Teknik Caritas di Port Moresby untuk bernyanyi dan menari untuknya.
Dan seperti biasa, hanya sedikit kata yang dibutuhkan: cukup dengan hadir di sana, cukup buat mereka merasa bahwa dia peduli, bahwa tidak ada seorang pun yang lebih penting daripada yang lain, bahkan bahwa Tuhan dan dia bahkan lebih mengasihi mereka. (dam)