Kasus Guru Ngaji Dituduh Begal di Kabupaten Bekasi, Independensi Majelis Hakim Diragukan

Ilustrasi hukum

Ilustrasi hukum

INDOPOS.CO.ID – Indonesia Police Watch (IPW) menyorot kasus guru ngaju di Bekasi bernama Muhammad Fikry yang dituduh melakukan begal dan akhirnya ditangkap oleh jajaran Unit Reserse Kriminal (Reskrim) Kepolisian Sektor (Polsek) Tambelang.

Guru ngaji tersebut ditangkap bersama tiga rekannya. Mereka dituduh pelaku  begal dengan korban Darusma Ferdiansyah. Lokasi kejadiannya di Jalan Raya Sukaraja, Kecamatan Tambelang, Kabupaten Bekasi pada, Sabtu (24/7/2021).

Penangkapan terhadap mereka terjadi pada, Rabu (28/7/2021). Praperadilan yang dilayangkan kuasa hukum terduga pelaku begal ditolak hakim pada, Rabu (1/9/2022). Kini kasusnya telah masuk persidangan dengan pemeriksaan saksi-saksi meringankan para terduga pelaku itu.

Ketua IPW Sugeng Teguh menduga, Fikry menjadi korban salah tankap oleh aparat kepolisian. Di sisi lain, justru independensi hakim tersebut diragukan.

“Mungkin benar terdakwa Muhammad Fikry adalah korban salah tangkap dan mendapat penyiksaan fisik hingga di BAP mengaku, dan punya alibi kuat. Tapi, dalam kasus-kasus konvensional seperti ini, saya justru meragukan independensi majelis hakim,” kata Sugeng melalui gawai, Jakarta, Jumat (4/3/2022).

Ia meragukan hakim menyesuaikan keterangan-keterangan, yang meringankan terduga pelaku begal. Sehingga persidangan mengakibatkan ketidakpastian hukum yang adil.

“Majelis hakim akan mengabaikan keterangan saksi-saksi meringankan tersebut dan berpegang pada berita acara pemeriksaan (BAP) dan saksi yang diajukan jaksa,” tutur Sugeng.

Apalagi diduga masih banyak kasus kekerasan dalam penyidikan yang terjadi. Bahkan bisa saja penegak hukum menjalankan kewenangannya secara sewenang-wenang.

Berdasarkan keterangan saksi, para terdakwa sempat mengalami penyiksaan. Bahkan, mereka diminta mengakui perbuatan yang tidak dilakukan sama sekali. Itu disampaikan LBH Jakarta bersama Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

“Kasus-kasus penyidikan dengan kekerasan masih ada dan ketika jaksa serta hakim satu suara, maka potensi peradilan sesat akan muncul,” ujarnya.(dan)

Exit mobile version