INDOPOS.CO.ID – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan bahwa Pemprov DKI Jakarta berpotensi memiliki aset besar dari kewajiban proporsional para investor di wilayah BP3L Sunter, Jakarta Utara.
“Berdasarkan Surat Gubernur No. 55/A/1979, para investor dan pengembang diwajibkan menyediakan prasarana umum sesuai izin tanah yang mereka terima,” tulis BPK dikutip INDOPOS.CO.ID pada Senin (21/10/2024).
Menurut BPK, setelah proyek Sunter dibubarkan pada tahun 1985 dan BP3L dibentuk, kewajiban ini dihitung ulang melalui Keputusan Gubernr (Kepgub) No. 233/1991. Investor harus memenuhi kewajiban tersebut secara proporsional berdasarkan luas lahan yang dimiliki, mencakup:
1. Waduk Sunter Utara: Pengadaan lahan 40 hektar, penghijauan 8,2 hektar, pembangunan genangan 31,8 hektar, serta fasilitas pompa.
2. Jalan Utama: Lahan 204.510,6 m², konstruksi 124.435,3 m².
3. Jembatan Utama: Konstruksi 6.330 m².
4. Saluran Utama: Lahan 136.220,5 m², konstruksi 102.354,91 m².
5. Penghijauan Utama: Lahan 1.106.600 m².
6. Konstruksi PAM: 20.428 m.
7. Konstruksi PJU: 11.093 m.
Investor wajib memenuhi kewajiban ini dalam bentuk fisik atau uang paling lambat Desember 1991. Jika lahan tak tersedia, pembayaran dalam bentuk uang harus dilakukan sebelum Maret 1991, namun tenggat waktu ini diperpanjang hingga Desember 1993.
Selain itu, beberapa kewajiban sudah terpenuhi, seperti yang tercatat dalam dokumen Berita Acara Serah Terima (BAST):
– PT AP, hak atas lahan Waduk 406.315 m² di Selatan Jalan B (BAST 22 September 1992).
– PT AP, hak atas lahan 18.170 m² di Selatan Jalan B (BAST 7 Juni 1993).
– PT AP, pekerjaan fisik Waduk Sunter Utara dan bangunan inlet (BAST 2 Desember 1996).
– Beberapa investor lain, termasuk PT AI, PT PM, PT IH, yang menyerahkan tanah di Jalan Rumah Sakit Koja (BAST 8 Juni 2007).
Meskipun beberapa kewajiban sudah dipenuhi, Pemkot Jakut belum memetakan sisa kewajiban yang belum diserahkan oleh 10 investor atau pengembang tersebut.
“TP3W Jakarta Utara belum menagih sisa kewajiban proporsional para investor di BP3L Sunter karena masalah administrasi yang belum dialihkan dari BP3L,” ungkap BPK.
Data penagihan pun belum lengkap. Saat ini, Asisten Pembangunan dan Biro PLH tengah mengumpulkan data PKS, tetapi belum melakukan rekonsiliasi dengan BPAD, DCKTRP, dan pihak Walikota.
“Kewajiban ini juga belum tercatat di Sipraja, yang hanya mengelola kewajiban SIPPT/IPPR,” demikian bunyi keterangan BPK tersebut.
Sementara itu, Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) melalui Bagian Humas Pemprov DKI Jakarta membenarkan ihwal temuan BPK tersebut.
BPAD menyatakan beberapa faktor yang memengaruhi pengamanan aset tetap antara lain adalah ketidaklengkapan bukti kepemilikan pada beberapa Barang Milik Daerah (BMD), adanya klaim dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, serta tumpang tindih kepemilikan. Namun, langkah-langkah perbaikan terus diupayakan untuk mengatasi tantangan ini.
Pemprov DKI Jakarta telah merancang sejumlah langkah strategis untuk meningkatkan pengamanan barang milik daerah, meliputi:
1. Penyusunan database aset melalui, inventarisasi aset dan pembuatan sistem manajemen aset.
2. Peningkatan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan terkait BMD bagi petugas yang berwenang.
3. Penguatan kolaborasi dengan berbagai stakeholder terkait.
4. Pelaksanaan audit dan monitoring secara berkala untuk memastikan keamanan aset.
5. Pemanfaatan teknologi informasi guna meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan aset.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperkuat pengelolaan dan pengamanan aset daerah ke depan. (fer)