INDOPOS.CO.ID – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa sejumlah saksi untuk tersangka Mochamad Ardian Noervianto (MAN), Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020-November 2021.
Pemeriksaan tersebut terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi (TPK) suap terkait pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021.
“Senin (14/2/2022) bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik telah melalukan pemeriksaan saksi-saksi untuk tersangka Mochamad Ardian Noervianto (MAN) dan kawan-kawan,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (15/2/2022).
Ali mengatakan, saksi yang telah diperiksa adalah Yoyo Sumarjo (swasta).
“Yang bersangkutan hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan aktivitas tersangka MAN dan dugaan adanya beberapa pertemuan tersangka MAN dengan tersangka mantan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Andi Merya Nur (AMN) di beberapa tempat di Jakarta.
“Untuk saksi Muhammad Dani S (sopir Dirjen Bina Keuda Kemendagri), tidak hadir dan tanpa konfirmasi,” kata Ali.
Ali menegaskan, KPK mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada penjadwalan pemeriksaan berikutnya oleh tim penyidik.
Untuk diketahui, KPK menetapkan tersangka mantan Bupati Kolaka Timur (Koltim) Andi Merya Nur (AMN) dalam kasus dugaan suap pengajuan dana PEN daerah di Koltim, Sulawesi Tenggara (Sulteng) 2021, Kamis (27/1/2022).
Selain itu, ada dua orang lainnya ditetapkan tersangka yakni Mochamad Ardian Noervianto (MAN), Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020-November 2021; dan Laode M. Syukur Akbar (LMSA), Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna.
Namun pada saat itu, tersangka Mochamad Adrian Noorvianto (MAN) berhalangan hadir karena sakit sehingga tidak ditahan oleh KPK.
Dalam konstruksi perkara KPK menjabarkan bahwa tersangka MAN yang menjabat selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri periode Juli 2020- November 2021, memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui PT. SMI (Sarana Multi Infrastruktur) berupa pinjaman program dan / atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
Dengan tugas tersebut, tersangka MAN memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh pemerintah daerah.
Sekitar bulan Maret 2021, tersangka AMN yang menjabat selaku Bupati Kolaka Timur periode 2021- 2026 menghubungi tersangka LMSA agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur.
Selanjutnya sekitar Mei 2021, LMSA mempertemukan AMN dengan MAN di Kantor Kemendagri, Jakarta dan AMN mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta agar MAN mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu 3 % secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman. Keinginan MAN kemudian disampaikan ke LMSA untuk selanjutnya diinformasikan kepada AMN.
AMN memenuhi keinginan MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp2 miliar ke rekening bank milik LMSA .
Dari uang sejumlah Rp2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian di mana MAN menerima dalam bentuk mata uang dolar Singapura sebesar SGD 131.000 setara dengan Rp1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan LMSA menerima sebesar Rp500 juta.
Atas penerimaan uang oleh MAN, permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan AMN disetujui dengan adanya bubuhan paraf MAN pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
KPK menduga tersangka MAN juga menerima pemberian uang dari beberapa pihak terkait permohonan pinjaman dana PEN dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.
Atas perbuatannya, tersangka AMN sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tersangka MAN dan LMSA disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk tersangka 20 hari pertama dimulai tanggal 27 Januari 2022 sampai dengan 15 Februari 2022.
Tersangka LMSA ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. KPK menerima konfirmasi dari tersangka MAN yang menyatakan berhalangan hadir dengan alasan sakit dan KPK mengimbau agar yang bersangkutan hadir kembali sesuai dengan jadwal pemanggilan berikutnya oleh tim penyidik.
Untuk diketahui, sebelumnya mantan Bupati Koltim, Andi Marya Nur dan Anzarullah selaku Kepala BPBD Koltim terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK dan ditetapkan tersangka, Rabu (22/9/2021) lalu.
Dalam konstruksi perkara, KPK membeberkan bahwa pada Maret hingga Agustus 2021, Andi Merya Nur (AMN) dan Anzarullah (NZR) menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).
Kemudian awal September 2021, Andi Merya Nur dan Anzarullah datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan, di mana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu Hibah Relokasi dan Rekonstruksi senilai Rp26,9 miliar dan hibah Dana Siap Pakai senilai Rp12,1 miliar. (dam)