LKAAM: Menteri Agama Diharamkan Injakan Kaki di Tanah Minang

Fauzi Bahar

Mantan Walikota Padang yang juga Ketua LKAAM Fauzi Bahar

INDOPOS.CO.ID – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas diharamkan menginjakan kaki di Sumatera Barat, menyusul pernyataannya yang menganalogikan suara adzan dengan gongongan anjing.

Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minang Kabau (LKAAM) Fauzi Bahar mengatakan, jangan coba – coba Menteri Agama menginjakan kakinya di tanah Minang.

Sebab, pernyatannya yang mengambil perumpamaan suara adzan dengan lolongan anjing sangat menyakitkan kaum muslim.

“ Haram hukumnya Menteri Agama menginjakan kaki di Ranah Minang. Jangan coba coba datang ke tanah Minang sebelum dia menarik ucapannya dan meminta maaf kepada umat, karena Menteri Agama telah menyalahgunakan wewenang yang diberikan oleh bapak Presiden,” tegas Fauzi Bahar yang juga mantan Walikota Padang dua periode ini.

Menurut Fauzi, ucapan Gus Yaqut sudah merusak hati dan batin umat Islam, khususnya masyarakat Minangkabau yang memiliki filosofis Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

“Filosofi itu menandakan bahwa orang Minang memang adalah Islam, dan adzan adalah panggilan salat, sehingga tidak pantas disamakan dengan lolongan anjing,” katanya.

Berikut penggalan pernyataan lengkap Yaqut terkait edaran Menag soal penggunaan toa di masjid dan musala yang belakangan ini menuai kontroversi.

“Iya itu kemarin kita terbitkan edaran pengaturan. Kita tak melarang masjid musala gunakan toa, tidak. Karena itu bagian syiar Agama Islam. Tapi ini harus diatur bagaimana volume sepikernya. Toanya enggak boleh kencang-kencang, 100 db. Diatur bagaimana kapan mereka gunakan speaker itu sebelum Azan, setelah Azan. Ini tak ada pelarangan,” kata Yaqut.

Kata Yaqut, aturan ini dibuat semata-mata agar masyarakat kita makin harmonis. Menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan.

“Kita tahu di wilayah mayoritas muslim, hampir tiap 100-200 meter ada musala dan masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka nyalakan toanya di atas kayak apa? Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya,”ucapnya

“Kita bayangkan lagi, kita muslim lalu hidup di lingkungan non muslim, lalu rumah ibadah saudara kita non muslim bunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan itu rasanya bagaimana. Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini dalam satu kompleks. Misalnya, kanan kiri depan belakang pelihara anjing semuanya, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu enggak, “pungkasnya. (yas)

Exit mobile version