Pengamat: BNPT Harus Libatkan MUI Bahas Radikalisme Berbahaya

MUI

Standarisasi dai oleh MUI. Foto: dok MUI

INDOPOS.CO.ID – Pengamat Terorisme Ridwan Habib mengatakan, sampai saat ini pemerintah belum satu pemahaman tentang makna radikalisme berbahaya. Demikian pula BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), tugas mereka, menurut dia, hanya penanggulangan Terorisme. Sementara radikalisme belum tentu sampai ke ranah teror.

“BNPT boleh saja mengeluarkan terminologi radikalisme berbahaya. Tapi MUI sudah diajak bicara belum? Karena di dalamnya banyak ormas Islam, seperti Muhammadiyah, NU, LDII dan lain sebagainya,” kata Ridwan Habib secara daring, Senin (7/3/2022).

Selain itu, lanjut dia, BNPT juga harus melibatkan ormas di luar Islam. Hal ini agar tidak menimbulkan perspektif radikalisme itu Islam.

“Ini juga harus hati-hati. Kenapa? Agar masyarakat Indonesia tidak salah paham,” katanya.

Ia mencontohkan, aksi radikalisme di India yang dilakukan oleh non Islam. Bahkan korbannya menyasar umat Islam. “Di India, sangat pedih dan sadis, aksi radikalisme yang menjadi korban umat Islam,” ungkapnya.

BNPT, dikatakan dia, perlu merangkul para ulama untuk melakukan dialog terkait radikalisme berbahaya. Lalu mengusulkan ke Presiden, agar dibuatkan peraturan yang mengikat semua pihak.

“Sebab di Indonesia, penceramah-penceramah yang radikal ini identiknya hanya Islam,” ucapnya.

Ia menegaskan, melebel atau mencap seseorang dengan kafir itu dilarang. Apalagi secara agresif kemudian menyerang tempat ibadah agama lain seperti pura, gereja dan sebagainya.

“Tidak benar mengkafir-kafirkan orang, lalu menganggap mereka tidak benar (salah), lalu menyerang tempat ibadah agama lain,” ujarnya. (nas)

Exit mobile version