INDOPOS.CO.ID – Kementerian Pertanian (Kementan) terus berakselerasi mendorong pengembangan pangan lokal bernilai ekonomi tinggi guna mendongkrak kesejahteraan masyarakat dan perekonomian nasional. Pangan lokal yang saat ini semakin dimininati atau punya peluang pasar yang potensial adalah tempe koro benguk, sehingga perlu dikembangkan dari hulu ke hilir.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan (Dirjen TP) Suwandi mengatakan, pengembangan pangan lokal sejalan dengan strategi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang dikemas melalui cara bertindak 2 (CB 2) terkait diversifikasi produksi dan pangan lokal seperti koro benguk, jagung, ubi jalar, ketela, singkong, talas, sagu dan lainnya diolah sedemikian rupa sebagai pangan pokok. Strategi ini dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dan kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi, apalagi dalam memenangkan tantangan global seperti perubahan iklim ekstrim dan pendemi covid 19 yang saat ini masih dikhawatirkan.
“Kementan saat ini masif menggelorakan Gerakan Ketahanan Pangan guna memperkuat perekonomian masyarakat hingga nasional sebagai langkah nyata untuk terhindar dari dampak pandemi covid 19,” ujarnya dalam Bimbingan Teknis & Sosialisasi (BTS) Propaktani secara daring Episode 399 pada 31 Maret 2022 yang mengangkat topik ‘Tempe Koro Benguk, Pangan Lokal Sehat yang Semakin Disukai Pasar’.
Karena itu, sambung Suwandi, sesuai arahan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, upaya penyediaan pangan khususnya pangan lokal bernilai ekonomi tinggi harus diperkuat dengan cara baru atau modern. Yakni harus lebih maju dengan lompatan hasil yang dicapai lebih besar agar ketersediaan pangan tangguh yang diikuti upaya hilirisasi dan kepastian pasar untuk meningkatkan kesejahteraan petani bahkan bisa ekspor.
“Kami selalu sinergi dan kolaborasi dengan stakeholder dan menggerakkan teknologi untuk mendorong dan menaikkan kelas pangan lokal kita. Kunci dari pangan lokal adalah market driven, bagaimana menjadikan pangan lokal sebagai lifestyle bahkan idola generasi millenial. Hargai jerih payah petani, konsumsi pangan lokal, cintai produk Indonesia, viva Republik Indonesia,” ujarnya.
Di kesempatan ini, Menteri Pertanian periode 2004-2009, Anton Apriyantono mengatakan, dengan kandungan protein mencapai 27,4 persen, koro pedang dapat diolah menjadi tahu, tempe, maupun pakan ternak. Komoditas ini pun dapat diolah menjadi makanan ringan yang selama ini sangat bergantung pada kedelai.
“Pengembangan koro pedang mempunyai peluang cukup besar untuk mengatasi keresahan perajin tahu, tempe dan pakan ternak akibat kekurangan kedelai,” tandasnya.
Tanpa menyebut nilainya, Anton menyebutkan devisa yang dikeluarkan untuk impor kedelai selama ini begitu tinggi. Karena itu, jika koro pedang semakin berkembang dibudidayakan petani maka ke depan mampu menggantikan kedelai yang sebagian besar masih didatangkan dari luar. Dengan demikian, tambahnya, akan menghemat devisa negara yang dipergunakan untuk mengimpor komoditas tersebut.
“Tempe benguk merupakan olahan asal biji koro benguk yang paling banyak ditemukan. Di Pasar Gemaharjo, Kabupaten Pacitan, tempe benguk dipasarkan dengan menggunakan pembungkus pelepah pisang, yang siap untuk dimasak,” jelasnya.
“Bahkan, ada penjual yang menjual biji koro benguk yang telah setengah matang dan dibungkus pembungkus plastik, hal inipun sudah siap untuk dimasak dengan aneka sayuran,” imbuh Anton.
Penyebutan tempe benguk beragam antar daerah. Di Malang Selatan sering disebutnya sebagai tempe bedog, yang dijual dengan harga Rp 3.000/bungkus, harganya mirip dengan yang dijual di Pasar Gemaharjo. Di Pacitan, dijulukinya sebagai tempe pondasi, karena penyajiannya setelah dilapisi tepung dan digoreng mirip pondasi bangunan.
“Saat ini, turunan olahan tempe benguk sudah sangat beragam, misalnya sudah ada yang membuatnya menjadi nugget tempe koro benguk,” ujar Anton.
Direktur Pengembangan Agribisnis, Paskomnas Indonesia, Soekam Parwadi mengatakan koro benguk yang merupakan sumber protein saat ini masih dianggap sebagai produk inferior dibandingkan produk daging, ikan, telur, dan kacang-kacangan. Padahal koro benguk tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang rumit, mampu hidup pada kondisi kekeringan, lahan masam dan salin dan juga berpotensi sebagai bahan obat-obatan.
“Dalam faktor lingkungan pun, koro benguk merupakan tanaman cover crop yang dapat tumbuh di lahan bekas penambangan batubara, dapat menaikkan pH tanah, meningkatkan ketersediaan N dalam tanah, dan juga sebagai tanaman konservasi yang dapat mengurangi erosi tanah,” papar Soekam.
Untuk informasi, koro Benguk adalah tanaman tahunan yang merambat, dengan daun berbentuk lanceolate, dan bunga berwarna ungu atau putih. Polong Koro Benguk dilapisi bulu halus yang tipis, dalam setiap polong terdapat 4 smpai 6 biji. Warna biji terdiri dari putih, hitam, dan belang. Siklus hidup Koro Benguk berkisar antara 100 sampai 300 hari.
Kemampuan adaptasi Koro Benguk cukup luas, toleran terhadap cekaman abiotik, seperti kekeringan, kemasaman maupun defisiensi unsur hara Koro benguk mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif dan dikembangkan di bidang kesehatan. Eksplorasi keragaman dan pemanfaatan Koro benguk perlu dilakukan di Indonesia. Pengembangan koro benguk di lahan-lahan suboptimal dan teknologi pascapanen perlu diteliti lebih dalam untuk meningkatkan pemanfaatan koro benguk.
Tanaman ini tidak dapat tumbuh baik di daerah dingin dan basah. Koro benguk mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai bahan pangan alternatif dan dikembangkan di bidang kesehatan.
Eksplorasi keragaman dan pemanfaatan Koro benguk perlu dilakukan di Indonesia. Pengembangan koro benguk di lahan-lahan suboptimal dan teknologi pascapanen perlu diteliti lebih dalam untuk meningkatkan pemanfaatan koro benguk. (aro)