Merosotnya Moral dan Etika Politik di Indonesia

etika politik

Ilustrasi etika politik. Foto: Ist

INDOPOS.CO.ID – Partai Pelita menyorot kehidupan politik kebangsaan yang nir-adab. Sebab, sering kali sejumlah pihak yang bersebrangan dengan kebijakan pemerintah mendapat julukan kurang pantas.

“Kita lihat saat ini, mudah sekali bagi orang menyematkan julukan-julukan tidak pantas kepada kelompok-kelompok yang bersebrangan dengan dirinya,” kata Ketua Umum DPP Partai Pelita Beni Pramula saat Rakernas di Jakarta, Senin (16/5/2022).

Bahkan, belum lagi mengenai data tentang rendahnya tingkat kesopanan digital masyarakat Indonesia. Sebagian warganet memberikan komentar yang tidak menunjukan ciri khas Indonesia.

“Padahal, sejak dahulu kala bangsa lain mengakui keramahan bangsa Indonesia,” kritik Beni.

Menurutnya, yang terjadi saat ini merupakan ekses lanjutan dari praktik nir-adab dilakukan pejabat publik.

“Apa yang terjadi saat ini adalah etika kebangsaan, apalagi kenegarawanan tidak dimiliki kalangan elite politik yang cenderung mengedepankan kepentingan pribadi dan kelompok di atas kepentingan umum,” tuturnya.

Pihaknya menawarkan gagasan politik beradab yang membawa nilai kesantunan, keramahan, dan kemanfaatan dalam satu nafas perjuangan.

“Kami berupaya menghadirkan budaya politik beradab, untuk menjadi pelita bagi kehidupan kebangsaan dan sekaligus pelita di segala kondisi yang menyertai masyarakat,” imbuhnya.

Pakar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Prof Siti Zuhro menyatakan, hal paling penting dihadirkan dalam berpolitik ialah mempertahankan konsistensi sikap yang dihadirkan kepada masyarakat.

“Jadu kebaruan apa yang dihadirkan oleh partai Pelita berkaitan dengan merosotnya etika dan moral dalam berpolitik dan berdemokrasi,” ucap Siti zuhro. (dan)

Exit mobile version