Kasus KTP Elektronik, KPK Periksa Mantan Mendagri Gamawan Fauzi

kpk

KPK saat menetapkan dua tersangka baru kasus korupsi pengadaan paket penerapan Surat Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) tahun anggaran 2011-2013, di Gedung KPK, Kamis (3/2/2022). Foto: Dokumen KPK untuk indopos.co.id

INDOPOS.CO.ID – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi untuk diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik nasional dengan tersangka PLS (Paulus Tanos).

“Hari ini (29/6/2021) pemeriksaan saksi kasus tindak pidana korupsi (TPK) Pengadaan Paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional (KTP Elektronik) untuk tersangka PLS,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (29/6/2022).

Ali mengungkapkan pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi atas nama Gamawan Fauzi, mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI

Untuk diketahui KPK menahan dua tersangka baru kasus korupsi pengadaan paket penerapan Surat Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) tahun anggaran 2011-2013 pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI.

Kedua tersangka yang ditahan itu yakni ISE (Isnu Edhy Wijaya) Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan HSF, (Husni Fahmi) Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Dijelaskan KPK pada sekitar Agustus 2019 telah mengumumkan pengembangan perkara ini dengan meningkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan 4 orang tersangka yakni MSH (Miryam S Haryani) Anggota DPR RI 2014-2019; PLS (Paulus Tanos) Direktur Utama PT. Sandipala Arthaputra; ISE dan HSF.

Dalam konstruksi perkara, dijelaskan setelah adanya kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang EKTP maka pada sekitar bulan Februari 2011, Andi Agustinus bersama dengan ISE menemui Irman dan Sugiharto dengan maksud agar salah satu dari konsorsium tersebut dapat memenangkan proyek E-KTP.

Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta adanya komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI.

Setelah adanya pengumuman pekerjaan penerapan E-KTP tahun anggaran 2011-2012, pada tanggal 28 Februari 2011 ISE, PLS, dan perwakilan vendor-vendor lainnya membentuk Konsorsium PNRI sebagai salah satu dari tiga konsorsium yang dibahas antara Andi Agustinus, ISE, PLS, HSF dan pihak-pihak vendor untuk mengikuti lelang pekerjaan penerapan E-KTP.

Sebelum konsorsium dibentuk, Anang Sugiana, Pemilik PT. Quadra Solutions, menemui ISE di Kantor PNRI, untuk menyampaikan keinginannya mengikuti pelaksanaan proyek e-KTP. Dalam pertemuan itu, ISE diduga menyampaikan pada Anang Sugiana bahwa proyek E-KTP pada Kemendagri merupakan milik Andi Agustinus. Kemudian dilakukan pertemuan di Kantor PNRI yang dihadiri oleh Anang Sugiana, Andi Agustinus, PLS dan ISE.

Pada pertemuan tersebut Anang Sugiana menyampaikan bahwa PT. Quadra Solution bersedia untuk bergabung di konsorsium PNRI, kemudian Andi Agustinus, PLS dan ISE menyampaikan apabila ingin bergabung dengan konsorsium PNRI maka ada komitmen fee untuk pihak lain sebesar 10% (sepuluh persen), yaitu dengan rincian 5% (lima persen) untuk DPR RI dan 5% (lima persen) untuk pihak Kemendagri, yang kemudian disanggupi oleh Anang Sugiana.

ISE juga sempat menemui HSF (Ketua Tim Teknis BPPT) untuk konsultasi masalah teknologi, dikarenakan BPPT sebelumnya melakukan uji petik EKTP pada tahun 2009. Kemudian ISE mengundang HSF untuk melakukan presentasi tentang teknologi EKTP pada pertemuan di Fatmawati.

Pada saat itu, ISE bertindak sebagai Ketua konsorsium PNRI. Pemimpin konsorsium disepakati berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu PNRI, agar mudah diatur karena dipersiapkan sebagai konsorsium yang akan memenangkan lelang pekerjaan penerapan E-KTP.

ISE juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan tersangka PLS untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5% sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.

Berdasarkan kesepakatan hasil pertemuan tersebut, Perum PNRI bertanggung jawab memberikan fee kepada Irman dan stafnya sebesar 5% dari jumlah pekerjaan yang diperoleh.

Ada rentang waktu bulan April sampai dengan Juni 2011 PLS, ISE dan pihak-pihak vendor dalam konsorsium melaksanakan beberapa pertemuan untuk membahas harga barang dan margin keuntungan yang diharapkan, sehingga bisa diajukan harga penawaran

ISE bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp. 5.8 triliun. Pada tanggal 30 Juni 2011 Sugiharto menunjuk konsorsium PNRI selaku pelaksana pekerjaan penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional ( E-KTP) tahun anggaran 2011-2012.

Untuk melaksanakan kontrak tersebut, ISE membentuk manajemen bersama dan membagi pekerjaan kepada anggota konsorsium. ISE juga mengusulkan adanya ketentuan setiap pembayaran dari Kemendagri untuk pekerjaan yang dilakukan oleh anggota konsorsium akan dipotong 2% sampai 3% dari jumlah pembayaran untuk kepentingan manajemen bersama. Padahal di dalam rincian penawaran senilai Rp 5, 8 triliun tidak ada komponen tersebut dan seharusnya semua pembayaran digunakan untuk kepentingan penyelesaian pekerjaan.

Hasil pemotongan tersebut kemudian digunakan untuk membiayai hal-hal di luar penawaran dan juga digunakan untuk operasional manajemen bersama konsorsium PNRI

Pemotongan sebesar 3% tersebut pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan pemenuhan prestasi Perum PNRI itu sendiri. Semua pekerjaan dalam kontrak tersebut tidak dapat disubkontrakkan kecuali terdapat izin secara tertulis dari Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Namun konsorsium PNRI terbukti mensubkontrakkan sebagian pekerjaan tanpa persetujuan tertulis dari Sugiharto. Selain itu, dalam pelaksanaannya konsorsium PNRI juga tidak dapat memenuhi target minimal pekerjaan sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak. (dam)

Exit mobile version