Kemendagri Wajib Tindaklanjuti Rekomendasi Ombudsman Terkait Maladministrasi Penunjukan Pj Kepala Daerah

maladministrasi

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih. Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Ombudsman Republik Indonesia telah mengeluarkan rekomendasi cacat administrasi (maladministrasi) dalam penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah yang dilakukan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman RI tersebut merupakan hasil pemeriksaan atas laporan sejumlah lembaga terkait dugaan adanya maladministrasi penunjukan Pj kepala daerah yang dilakukan Mendagri.

Ada tiga lembaga sebagai pelapor yakni Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Sementara sebagai terlapor adalah Mendagri Tito Karnavian.

Untuk diketahui, Mendagri Tito Karnavian telah melantik lima Pj kepala daerah pada tanggal 12 Mei 2022 lalu yakni Pj Gubernur Banten Al Muktabar, Pj Gubernur Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin, Pj Gubernur Sulawesi Barat Akmal Malik, Pj Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer, dan Pj Gubernur Papua Barat Komisaris Jenderal (Purn) Paulus Waterpauw dan Pj Bupati Seram Bagian Barat Brigjen TNI Andi Chandra As’Aduddin.

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengatakan ada lima inti laporan pelapor yakni pertama, keberatan atas proses pengangkatan Pj kepala daerah oleh Mendagri. Kedua, pelapor telah melakukan serangkaian upaya penyampaian permohonan informasi dan keberatan kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) maupun Mendagri, namun belum ada tindak lanjut secara memadai.

Ketiga, proses pengisian dan penetapan Pj kepala daerah diduga tidak berlangsung transparan dan partisipatif. Keempat, diangkatnya perwira TNI aktif sebagai Pj kepala daerah. Kelima, belum adanya tindam lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 67/PUU-XIX/2021 dan No. 15/PUU-XX/2022 terkait pelaksanaan pengangkatan Pj kepala daerah perlu disusun peraturan turunan sebagai pedoman pelaksanaan.

Najih mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan pihak terlapor dan para pihak terkait lainnya Ombudsman RI menyimpulkan telah terjadi maladministrasi dalam penunjukan dan penetapan lima Pj kepala daerah oleh terlapor.

“Maladministrasi dalam memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan pelapor. Maladministrasi dalam proses pengangkatan Pj kepala daerah dan maladministrasi dalam pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi sebagai momentum untuk penataan regulasi turunan,” kata Najih kepada indopos.co.id, Kamis (21/7/2022).

Karena itu, kata Najih, Ombudsman telah merekomendasikan kepada terlapor dalam hal ini Mendagri agar melakukan tindakan korektif.

Ada tiga rekomendasi tindakan korektif Ombudsman RI kepada terlapor yakni pihak terlapor perlu menindaklanjuti surat pengaduan dan substantasi keberatan dari pihak pelapor, memperbaiki proses pengangkatan Pj kepala daerah dari unsur prajurit TNI aktif dan pihak terlapor menyiapkan naskah usulan pembentukan PP terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja hingga pemberhentian Pj kepala daerah.

Ketika ditanya implikasi hukum bagi terlapor terkait rekomendasi Ombudsman ini, Najih mengatakan bahwa hal itu sudah diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 39 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.

“Implikasi hukum, lihat ketentuan Pasal 38 dan 39 UU Nomor 37 Tahun 2008,” kata Najih.

Pada Pasal 38 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI ditegaskan bahwa terlapor dan atasan terlapor wajib melaksanakan rekomendasi Ombudsman (ayat 1).

Selanjutnya pada ayat 2 ditegaskan atasan terlapor wajib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang pelaksanaan rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil pemeriksaannya dalam waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal diterimanya rekomendasi.

Kemudian, ayat 3 berbunyi Ombudsman dapat meminta keterangan terlapor dan/atau atasannya dan melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan pelaksanaan rekomendasi.

Terakhir pada ayat 4 ditegaskan dalam hal terlapor dan atasan terlapor tidak melaksanakan rekomendasi atau hanya melaksanakan sebagian rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Ombudsman, Ombudsman dapat mempublikasikan atasan terlapor yang tidak melaksanakan rekomendasi dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan presiden.

Sedangkan pada Pasal 39 ditegaskan, terlapor dan atasan terlapor yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), ayat (2), atau ayat (4) dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (dam)

Exit mobile version