KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Suap Izin Bangun Apartemen di Kota Yogyakarta

Kasus-suap

KPK ketika menetapkan dan menahan satu tersangka baru kasus pengurusan perizinan pembangunan apartemen di Kota Yogyakarta, di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (22/7/2022). (Youtube KPK)

INDOPOS.CO.ID – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan satu tersangka baru dalam kasus suap pengurusan perizinan pembangunan apartemen di wilayah Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.

Tersangka baru yang dimaksud adalah Dandan Jaya Kartika (DJK) selaku Direktur Utama PT. JOP (Java Orient Property).

Dalam perkara ini, sebelumnya KPK telah mengumumkan beberapa pihak sebagai tersangka yakni Haryadi Suyuti (HS) selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022; Nurwidhihartana (NWH) selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pemkot Yogyakarta; Triyanto Budi Yuwono (TBY), Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS dan Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT. SA Tbk (Summarecon Agung).

“Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan terhadap tersangka DJK selama 20 hari pertama dimulai tanggal 22 Juli 2022 sampai dengan 10 Agustus 2022, di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Jumat (22/7/2022) sore.

Dalam konstruksi perkara, Karyoto memaparkan bahwa pada sekitar tahun 2019, DJK selaku Dirut PT. JOP (Java Orient Property) di mana kedudukan PT. JOP merupakan anak usaha dari PT. SA Tbk, bersama-sama dengan ON selaku Vice President Real Estate PT SA Tbk. mengajukan permohonan IMB (izin mendirikan bangunan) mengatasnamakan PT. JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang lokasinya berada di Malioboro dan masuk kategori wilayah Cagar Budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.

“Karena sempat terkendala adanya beberapa dokumen yang belum lengkap, pengajuan permohonan izin dilanjutkan kembali di tahun 2021 dan agar proses pengajuan permohonan tersebut lancar, ON dan DJK diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan HS yang saat itu menjabat Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022,” ujar Karyoto.

Sebagai tanda jadi adanya komitmen HS untuk mengawal permohonan izin IMB dimaksud, diduga ON dan DJK kemudian memberikan beberapa barang mewah di antaranya 1 unit sepeda bernilai puluhan juta rupiah dan uang tunai minimal Rp50 juta.

“HS kemudian memerintahkan Kadis PUPR Kota Yogyakarta untuk segera memproses dan menerbitkan izin IMB tersebut walaupun dari hasil kajian dan penelitian oleh Dinas PUPR, banyak ditemukan kelengkapan persyaratan yang tidak sesuai di antaranya adanya ketidaksesuaian dasar aturan bangunan khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan,” tuturnya.

Karyoto mengungkapkan saat proses pengurusan izin berlangsung, diduga ON dan DJK selalu memberikan sejumlah uang untuk HS baik secara langsung maupun melalui perantaraan TBY dan NWH.

Adapun pada saat dilakukan tangkap tangan untuk HS dan kawan-kawan, ON dan DJK diduga memberi uang dalam bentuk mata uang asing sejumlah sekitar USD27.258 yang dikemas dalam tas goodie bag.

Tersangka DJK disangkakan sebagai pihak pemberi dan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (dam)

Exit mobile version