INDOPOS.CO.ID – Perkembangan teknologi yang begitu cepat, terkadang membuat beredarnya konten atau informasi hoaks cepat menyebar. Bahkan, hoaks kian meningkat di masa pandemi Covid-19.
Relawan Mafindo Yogyakarta Violita Siska Mutiara menyadari hoaks soal covid-19 semakin merajarela belakangan ini. Dari penyebab, cara pengobatan hingga yang terbaru mengenai vaksin.
“Pandemi ini banyak sekali hoaks yang beredar, ada tentang vaksin, meninggal karena vaksin. Bahkan misalnya, ada di WhatsApp, sosial media lain itu banyak sekali beredar,” kata Violita dalam webinar Kelas Kebal Hoaks, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Masyarakat terkadang dihadapkan informasi yang salah dan menyesatkan bercampur baur dengan fakta atau benar, menyebabkan terjadinya problem dikenal sebagai polusi atau gangguan informasi.
Terdapat beberapa bagian gangguan informasi di antaranya misinformasi, disinformasi dan malinformasi. Misinformasi itu ialah informasi salah, namun orang membagikannya percaya bahwa itu benar.
Sementara disinformasi, merupakan informasi salah dan orang-orang yang membagikannya telah mengetahuinya itu salah, tapi justru disengaja menyebarkan. “Sehingga menyebabkan keresahan di masyarakat,” ucap Violita.
Sedangkan malinformasi memiliki unsur kebenaran, baik dalam penggalan atau seluruh fakta objektiv. Namun penyajiannya dikemas sedemikian rupa untuk melakukan tindakan merugikan bagi pihak lain.
“Jadi beritanya benar, tapi pengemasannya itu merugikan bagi pihak lain. Jadi disengaja, beritanya diselewengkan,” ucapnya.
Tim Kalimasada Mafindo Arief Putra Ramadhan berbicara tentang audit media sosial. Kegiatan itu merupakan metode untuk mengecek apakah profil dan konten yang dievaluasi layak dipercaya atau tidak.
“Tujuan audit media sosial untuk memperkaya informasi tentang profil orang lain, harus nencermati postingannya, agar kita tahu apakah akun tersebut bisa kita percayai atau tidak,” cetus Arief.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, massifnya pengguna internet harus menjadi perhatian karena membawa berbagai risiko, seperti penipuan online, hoaks, cyber bully dan konten negatif lainnya.
“Peningkatan teknologi digital perlu diimbangi kapasitas literasi digital yang mumpuni, agar masyarakat dapat memanfaatkan dengan produktif, bijak dan tepat guna,” jelas Semuel.
Ada pelatihan empat pilar utama literasi digital. Di antaranya kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan keamanan digital. Kegiatan itu dapat terus dilihat melalui laman resmi Literasi Digital melalui media sosial @siberkreasi. (dan)