Limbah Covid-19 Naik 10 Kali Lipat di Teluk Jakarta

limbah

Ilustrasi alat pelindung diri (APD) masker. Foto: Kemenkes untuk INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Peningkatan penggunaan plastik semasa pandemi Covid-19 menghadirkan tantangan baru bagi komitmen Indonesia dalam mengurangi sampah plastik laut. Keberadaan limbah alat pelindung diri (APD) seperti masker medis di lingkungan sungai dan pesisir menjadi topik hangat di media sosial (medsos) sejak 2020.

Dari kajian komparatif terkait mikroplastik yang berasal dari sampah medis sebelum dan semasa pandemi sangat minim. Badan Riset dan Innovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Oseanografi merilis hasil monitoring sampah plastik ukuran mikroskopik (mikroplastik) semasa pandemi mengalami peningkatan yang signifikan, terutama pada saat curah hujan tinggi.

“Hasil riset menyimpulkan mikroplastik yang terindikasi dari sampah APD dari muara sungai menuju Teluk Jakarta,” ujar Peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN, M. Reza Cordova di Jakarta, Rabu (3/8/2022).

Dia mengungkapkan, secara proporsi terdapat peningkatan mikroplastik bentuk benang yang terindikasi memiliki bentuk asal dan jenis komposisi kimia yang sama dengan masker medis. Sebelumnya, menurut dia, hanya sekitar 3 persen sesaat setelah ditemukannya kasus Covid-19 pertama di Indonesia.

“Pada Desember 2020 proporsi mikroplastik meningkat 10 kali lipat,” ungkapnya.

Riset monitoring mikroplastik di muara sungai ini mencatat kelimpahannya yang lebih tinggi di wilayah pesisir Timur Teluk Jakarta dibandingkan pesisir bagian Barat. Dari Sembilan muara sungai yang diteliti di Kawasan Jabodetabek, mikroplastik ditemukan pada semua muara sungai yang diteliti.

“Kelimpahan mikroplastik yang ditemukan ada pada kisaran 4,29 hingga 23,49 partikel mikroplastik per 1000 liter air sungai dengan rata-rata 9.02 partikel per 1000 liter air sungai yang bergerak menuju perairan Teluk Jakarta,” beber Reza.

Menurut dia, penambahan mikroplastik paling tinggi ditemukan pada musim hujan yakni rata-rata 9.02 partikel per 1.000 liter air sungai, sedangkan paling rendah ditemukan pada musim kemarau yakni 8.01 partikel per 1.000 liter air sungai.

Ia berharap, peningkatan konsentrasi mikroplastik di lingkungan mendorong perbaikan pengelolaan sampah sekali pakai.

“Implementasi dari aturan yang ketat, pemberian sosialisasi dan pemahaman publik, diperlukan untuk mempromosikan metode pembuangan yang benar dan perubahan sistemik dalam pengelolaan sampah plastik, khususnya plastik sekali pakai,” katanya. (nas)

Exit mobile version