Ferdy Sambo Minta Maaf ke Institusi Polri, Ini Kata Pakar Komunikasi

Dr.-Emrus-Sihombing

Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Dr. Emrus Sihombing.Foto: Istimewa.

INDOPOS.CO.ID – Kepala Divisi (Kadiv) Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Indonesia (Polri) nonaktif Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo, telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri terkait penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinasnya di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022) lalu.

Ferdy Sambo menyampaikan permohonan maaf kepada institusi Polri terkait peristiwa penembakan Brigadir J di rumah dinasnya di Duren Tiga.

“Pemeriksaan hari ini adalah pemeriksaan keempat. Saya telah memberikan keterangan kepada penyidik Polres Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya, dan sekarang yang keempat di Bareskrim Polri. Selanjutnya, saya menyampaikan permohonan maaf kepada institusi terkait peristiwa yang terjadi di rumah dinas saya di Duren Tiga. Kemudian yang kedua, saya selaku ciptaan Tuhan, saya menyampaikan permohonan maaf kepada institusi Polri. Demikian juga saya menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Brigadir Yosua, semoga keluarga diberikan kekuatan. Namun, semuanya itu terlepas dari apa yang telah dilakukan saudara Yosua terhadap istri dan keluarga saya,” kata Ferdy Sambo kepada wartawan ketika tiba di Mabes Polri, Kamis (4/8/2022) pagi.

Ferdy juga meminta kepada publik untuk bersabar dan tidak memberikan asumsi dan persepsi yang menyebabkan simpang siurnya peristiwa yang terjadi di rumah dinasnya.

“Selanjutnya, saya harapkan seluruh pihak-pihak dan masyarakat untuk bersabar, tidak memberikan asumsi persepsi yang menyebabkan simpang siurnya peristiwa di rumah dinas saya. Saya mohon doa agar istri saya segera pulih dari trauma dan anak-anak saya juga bisa melewati kondisi ini. Sekian dan terima kasih,” tutur Ferdy Sambo.

Menanggapi pernyataan Ferdy Sambi tersebut, pakar komunikasi (Komunikolog) dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Dr. Emrus Sihombing mengatakan permohonan maaf yang disampaikan Ferdy Sambo kepada institusi Polri sangat wajar dilakukan karena peristiwa kematian Brigadir J terjadi di rumah dinas yang merupakan inventaris Polri.

“Memang, permohonan maaf seperti itu lebih baik lagi kalau disampaikan lebih awal paling lambat 12 jam setelah kejadian. Kendati terlambat, permohonan maaf kepada institusi Polri itu perlu dilakukan. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” kata Emrus.

Hal yang sama kata Emrus, ketika Ferdy Sambo menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Brigadir Yosua. Namun, lanjut Emrus, yang perlu didalami secara hukum adalah penyataan Ferdy Sambo terkait perlakuan Brigadir Yosua terhadap istri dan keluarganya.

Emrus mengimbau kepada masyarakat untuk tidak berasumsi karena asumsi sifatnya sangat subjektif dan tidak berdasarkan fakta dan bukti. Namun, masyarakat perlu mengawasi dan memantau penanganan kasus ini sehingga prosesnya benar-benar transparan, objektif dan profesional.

“Siapapun yang terbukti terlibat, tidak memandang status sosial, pangkat dan jabatan, semuanya sama di hadapan hukum (equality before the law). Kasus antara polisi dengan polisi ini mau tidak mau harus ditangani oleh institusi kepolisian, karena undang-undang yang mewajibkan seperti itu. Tinggal media massa sebagai penyambung lidah masyarakat dan masyarakat itu sendiri terus mengawasi dan mengontrol sehingga hasil penanganan kasus ini oleh Polri bisa memenuhi rasa keadilan semua pihak,” ujar Emrus.

Emrus mengatakan, sejak awal pihaknya mendorong Polri untuk memecahkan misteri kasus Brigadir J ini dengan menggunakan pendekatan scientific crime investigation. Pendekatan ini mengedepankan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah tanpa ada faktor conflict of interests kedekatan emosional, pertemanan, dan lain-lain.

“Kita percayakan kepada tim yang dibentuk Polri untuk menangani kasus ini. Sambil kita terus melakukan pengawasan sehingga hasilnya benar-benar objektif. Saya percaya Polri bisa menangani kasus ini secara profesional, transparan dan objektif,” katanya.

Emrus berpesan kepada semua pihak dan kelompok-kelompok masyarakat untuk tidak membawa-bawa nama etnis tertentu dalam kasus ini. Sebab, kata Emrus, kasus ini murni kasus hukum tidak ada kaitannya dengan etnis tertentu.

“Negara Indonesia adalah negara demokrasi dan negara hukum. Kita semua, dari mana pun itu, boleh mengawasi dan mengontrol penanganan kasus ini. Kelompok mana pun itu silakan mengawal kasus ini tetapi tidak perlu membawa nama etnis. Mari kita mengawal kasus ini agar hasilnya memenuhi rasa keadilan semuanya,” tutup Emrus. (dam)

Exit mobile version