Kasus Suap Restitusi Pajak di KPP Pare Jatim, KPK Tetapkan Tiga Tersangka

Sidang-Kasus-Suap-KPP-Pare-Jatim

KPK ketika menetapkan tiga orang tersangka kasus penerimaan hadiah atau janji terkait pembayaran restitusi pajak proyek pembangunan jalan tol Solo-Kertosono pada Kantor Pajak Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur (Jatim), Jumat (5/8/2022) sore. ( Youtube KPK)

INDOPOS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap atau penerimaan hadiah atau janji terkait pembayaran restitusi pajak proyek pembangunan jalan tol Solo-Kertosono pada Kantor Pajak Pratama (KPP) Pare, Jawa Timur (Jatim).

“Atas hasil pengumpulan informasi dan data dari berbagai sumber terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud. KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup dan berikutnya KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur yang didampingi Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (5/8/2022).

Ketiga tersangka yang dimaksud yakni sebagai pemberi Tri Atmoko (TA) yang berprofesi swasta / kuasa Joint Operation CRBC (China Road and Bridge Corporation), PT WIKA (Wijaya Karya) dan PT PP (Pembangunan Perumahan).

Selain itu sebagai penerima, yakni Abdul Rachman (AR), selaku Supervisor Tim Pemeriksa Pajak pada KPP Pare, Jatim dan Suheri (SHR), selaku swasta.

“Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 5 Agustus 2022 sampai dengan 24 Agustus 2022,” kata Asep.

Tersangka TA ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur; AR ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1; dan SHR ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.

Asep menjelaskan Joint Operation (JO) antara CRBC (China Road and Bridge Corporation), PT WIKA persero (Wijaya Karya), dan PT PP Persero (Pembangunan Perumahan) sebagai pelaksana pembangunan jalan tol Solo- Kertosono terdaftar sebagai salah satu wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Pare, Jatim.

Sekitar Januari 2017, JO CRBC-PT WIKA-PT PP mengajukan adanya restitusi pajak (pengembalian atas kelebihan pembayaran) untuk tahun 2016 ke KPP Pare. AR selanjutnya ditunjuk sebagai salah satu dari tim pemeriksa dengan posisi supervisor untuk melakukan pemeriksaan restitusi pajak dari JO CRBC-PT WIKA-PT PP dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Kemudian sekitar Agustus 2017, KPP Pare menerbitkan surat pemberitahuan pada JO CRBC-PT WIKA-PT PP untuk dilakukan pemeriksaan lapangan oleh tim pemeriksa pajak.

Merespons surat pemberitahuan tersebut, Wen Yuegang selaku Chairman Board of Management JO CRBC-PT WIKA-PT PP menunjuk TA sebagai kuasa untuk mengurus restitusi pajak JO CRBC-PT WIKA-PT PP di KPP Pare.

“Dari keseluruhan restitusi pajak senilai Rp13,2 miliar yang diajukan diduga ada inisiatif TA untuk memberikan sejumlah uang pada AR dan tim agar pengajuan restitusi dapat disetujui. AR kemudian menyetujui keinginan TA dengan kesepakatan imbalan berupa permintaan fee 10 % atau setidaknya Rp1 miliar,” ungkap Asep.

Terkait pemberian uang, AR kemudian memperkenalkan SHR selaku orang kepercayaannya pada TA dan meminta TA agar nantinya penyerahan uang melalui perantaraan SHR dan tempat penyerahan dilaksanakan di Jakarta.

“Selanjutnya sekitar Mei 2018, TA menghubungi AR untuk membicarakan kelanjutan penyerahan uang dengan dengan istilah “apelnya kroak” di mana dari total permintaan Rp1 miliar oleh AR, TA baru bisa menyanggupi senilai Rp895 juta,” kaya Asep.

AR sempat meminta dan mengarahkan TA agar penyerahan uang Rp895 juta melalui SHR dilakukan di Kantor Pusat Dirjen Pajak, Jakarta namun kemudian berpindah ke salah satu tepi jalan yang berdekatan dengan kantor aparat penegak hukum di wilayah Blok M, Jakarta Selatan dan uang tersebut kemudian diterima AR melalui SHR.

Atas perbuatannya, para tersangka yakni TA sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

AR dan SHR sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (dam)

Exit mobile version