Kasus Brigadir J Jadi Momentum bagi Kapolri Bersihkan Citra Institusi Polri

brigadir j

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo (kiri) dalam diskusi yang digelar Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) Media, Selasa (9/8/2022). (Istimewa)

INDOPOS.CO.ID – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menilai kalau pengungkapan kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J menjadi momentum bagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membersihkan citra institusi Polri.

Kapolri Listyo mendapatkan perintah dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyelesaikan kasus tewasnya Brigadir J yang menyeret Bharada E, ajudan dengan pangkat terendah sebagai tersangka.

Benny mengatakan kalau kasus tewasnya Brigadir J menjadi magnet bagi publik lantaran melibatkan ajudan-ajudan dari Irjen Pol Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam).

Menurut Benny, warganet bersimpati karena ada orang yang jabatannya lebih rendah yang kemudian menjadi kambing hitam pada kasus tersebut.

“Ini yang dikorbankan orang kecil, kalau dari sudut komunikasinya terang benderang,” kata Benny dalam diskusi yang digelar Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN) Media, Selasa (9/8/2022).

Benny juga melihat sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta Polri menyelesaikan kasus tewasnya Brigadir J. Ia berpandangan kalau Listyo harus tunduk kepada atasannya yakni Presiden Jokowi.

“Jenderal Sigit tidak punya posisi tawar yang kuat karena tidak punya intrik tersembunyi, maka ini momemtum besar untuk membersihkan bayangan-bayangan yang ada dalam polisi,” jelasnya.

“Bisa karena ada dukungan dari presiden, ini beda dengan zaman Soeharto,” tambahnya.

Benny juga melihat sikap Jokowi yang mendekonstruksi hukum untuk keadilan. Ia melihat polisi bersikap tidak biasa khusus pada kasus tewasnya Brigadir J semisal seluruh permintaan keluarga korban yang dituruti oleh pihak kepolisian.

Sementara itu pengamat kepolisian, Alfons Loemau menyakini, kasus ini melibatkan banyak orang. Oleh karena itu, meskipun akan mencoreng Polri secara institusi, namun dengan membersihkan para oknum nakal ini bisa berdampak baik untuk Polri ke depan.

“Tidak mungkin kejadian ini seorang Sambo berdiri sendiri, dia punya kaki, punya akar punya sel kayak gurita, ini apabila Jenderal Sigit akan membuat keputusan tegas mungkin sekali berdarah-darah, mungkin sekali ini pil pahit tapi sangat penting bagi polisi,” kata Alfons.

Alfons yang juga berstatus sebagai purnawirawan Polri berpangkat Komisaris Polisi (Kombes) Polisi ini menilai, Polri saat ini sudah mulai profesional dalam bekerja. Namun, adanya kasus ini menimbulkan persepsi negatif karena penanganannya terlalu bertele-tele.

“Ada orang sekitar situ banyak saksi kok bisa lambat, inilah saatnya kalau mau political will ini waktu yang tepat untuk melakukan the right job,” tegasnya.

Praktisi hukum Petrus Selestinus mengatakan, Kapolri harus segera menyelesaikan kasus kematian Brigadir J secara transparan. Apalagi kasus ini menyeret nama besar perwira tinggi Polri. Tanpa pengungkapan tuntas, maka preseden buruk akan disematkan masyarakat.

Kita lihat nanti hari ini Bareskrim polri akan mengumumkan tersangka baru dan mduah-mudahan bisa mendapatkan informasi apa motifnya.

“Menurut saya kita berpegang pada perintah presiden, proses secara tuntas dan transparan. Jadi perintah presiden harus dimaknai tidak hanya kasus yang mengakibatkan Brigadir J meninggal, tetapi hal yqng melatarbelakangi semua persoalan seperti banyak lumpur, banyak permainan di dalam, persaingan di dalam antar elite di sana. Itu sebetulnya masuk juga dalam peirntah presiden yang harus diselesaikan kapolri,” kata Petrus.

“Kalau hanya semata-mata kasus ini hanya lapis atas, hanya sebatas 26 orang ini, maka persoalan yang sudah akut dalam Polri tidak akan terselesaikan,” tutupnya. (dam)

Exit mobile version