LPSK Tolak Permohonan Perlindungan dari Putri Candrawathi

ketua lpsk

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo. Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan yang disampaikan oleh Putri Candrawathi (PC), suami tersangka Irjen Pol Ferdy Sambo terkait dugaan tindak pidana perbuatan asusila.

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan penolakan itu diputuskan dalam Sidang Majelis Pimpinan LPSK (SMPL), Senin (15/8/2022). Ia mengungkapkan selain menolak, LPSK juga memberikan sejumlah rekomendasi.

“Adapun penolakan permohonan itu didasarkan dengan pertimbangan sesuai dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,” kata Hasto kepada indopos.co.id, Senin (15/8/2022).

Hasto menjelaskan, permohonan perlindungan terhadap PC, pertama kali disampaikan secara lisan oleh suami yang bersangkutan Irjen Polisi Ferdi Sambo (FS), pada 13 Juli 2022 di Kantor Profesi dan Pengamanan (Propam) kepada petugas LPSK.

“Keesokan harinya, diikuti oleh permohonan perlindungan secara tertulis yang diajukan oleh kuasa hukumnya Hanis & Hanis Advocates Legal Consultants Receiver & Administrator for Bankruptcy,” ungkap Hasto.

Hasto menjelaskan permohonan perlindungan didasarkan Laporan Polisi (LP) nomor LP/B/1630/VII/SPKT/Polres Metro Jakse/Polda Metro Jaya atas nama pelapor yakni pemohon dengan terduga pelaku saudara Nofriansyah Yosua (Brigadir J) terkait dugaan tindak pidana kejahatan terhadap kesopanan dan perbuatan memaksa seseorang dengan kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dan/atau kekerasan seksual berdasarkan Pasal 289 KUHP dan/atau Pasal 335 KUHP, yang dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan pada 8 Juli 2020 dan 9 Juli 2020 (terdapat 2 LP yang sama diterbitkan dengan terduga korban PC).

“PC berdasarkan LP tersebut dapat dinyatakan sebagai terduga korban pencabulan. Dalam upaya menggali keterangan dari pemohon, LPSK telah menemui pemohon pada Sabtu, 16 Juli 2022 dan undangan asesmen psikologis yang dilayangkan sebanyak 3 kali. Asesemen psikologis dilaksanakan pada 9 Agustus 2022 di kediaman pemohon. Dari 2 kesempatan pertemuan dengan pemohon, LPSK tidak diperoleh keterangan tentang sifat penting keterangan dan peristiwa yang melatar belakangi pemohon alami trauma,” tutur Hasto.

Selanjutnya, kata Hasto, LP/B/1630/VII/SPKT/Polres Metro Jakse/Polda Metro Jaya tentang pencabulan tersebut, telah dihentikan proses hukum oleh Bareskrim Polri, pada 12 Juli 2020. Dan dinyatakan sebagai bagian dari rekayasa perkara pembunuhan Yosua.

“LPSK menyatakan pemohon tidak memiliki sifat penting keterangan dan permohonan pemohon tidak didasarkan itikad baik,” tegas Hasto.

Lebih jauh, Hasto memaparkan terkait tingkat ancaman yang membahayakan pemohon. Definisi ancaman dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, adalah segala bentuk perbuatan yang menimbulkan akibat, baik langsung maupun tidak langsung sehingga saksi dan/atau korban merasa takut atau dipaksa untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang berkenaan dengan pemberian kesaksiannya dalam suatu proses peradilan pidana.

“Berdasarkan keterangan yang disampaikan suami pemohon, FS (Ferdy Sambo), pada pertemuan di Kantor Kadiv Propam, 13 Juli 2022, ancaman terhadap pemohon yang dimaksud, yaitu pemberitaan media massa. LPSK berpendapat, pemberitaan media massa bukan termasuk ancaman karena terhadap pemberitaan, terdapat hak jawab sebagai mekanisme untuk menanggapi pemberitaan yang tidak benar,” tandas Hasto.

Hasto menuturkan, berdasarkan hasil asesmen tingkat ancaman ini menunjukkan bahwa kondisi dan situasi pemohon saat ini tidak mencerminkan yang bersangkutan dalam situasi terancam jiwanya, terkait proses pemeriksaan perkara maupun potensi ancaman terkait pemberian kesaksian dalam proses peradilan pidana. LPSK berpendapat tidak ada ancaman yang dihadapi oleh pemohon.

Hasto juga mengungkapkan bahwa pemohon telah menjalani pemeriksaan medis (psikiatri) dan psikologis oleh LPSK pada Selasa, 9 Agustus 2022. Dari hasil pemeriksaan dan observasi, didapatkan kumpulan tanda dan gejala masalah kesehatan jiwa.

“Psikolog menyimpulkan kondisi pemohon
tidak memiliki kompetensi psikologis yang cukup memadai untuk menjalani pemeriksaan dan memberikan keterangan. Pemohon tidak dapat disimpulkan untuk memenuhi kriteria untuk dapat dipercaya terkait peristiwa kekerasan seksual, percobaan pembunuhan, tempus dan locus karena tidak diperoleh keterangan apa pun sebagai akibat dari kompentensi psikologis yang tidak memadai. Teridentifikasi memiliki masalah psikologis yang belum dapat dikaitkan sebagai terduga korban kekerasan seksual dan terduga saksi percobaan pembunuhan,” ucap Hasto.

“Tidak ditemukan adanya risiko keberbahayaan yang dipersepsikan sebagai ancaman dari pelaku kekerasan seksual yang sudah tewas, akan tetapi ditemukan potensi risiko keberbahayaan terhadap diri sendiri yang ditandai dengan kondisi psikologis menjadi post-traumatic stress disorder (PTSD) disertai kecemasan dan depresi. Serta ditemukan potensi risiko keberbahayaan dari pihak lain yaitu situasi yang mengandung kekerasan sekunder dari tayangan media dan/atau pihak-pihak yang memberikan tekanan selama proses hukum berjalan,” tambah Hasto.

Hasto juga menyatakan bahwa berdasarkan penelusuran LPSK, pemohon belum pernah melakukan tindak pidana serta belum pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

“Demikianlah dasar pertimbangan LPSK menolak permohonan perlindungan yang diajukan oleh Putri Candrawathi,” ujar Hasto.

Namun, kata Hasto, melihat kondisi pemohon, LPSK merekomendasikan kepada Kapolri agar Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri, untuk memberikan rehabilitasi medis (psikiatri) kepada pemohon agar pulih situasi mentalnya dan dapat memberi keterangan dalam proses hukum terkait (pembunuhan Yosua) yang tengah disidik oleh Bareskrim.

“LPSK merekomendasikan agar Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan ketidakprofesionalan dalam upaya menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice) dan terkait penerbitan 2 Laporan Polisi (LP) yang pada akhirnya dihentikan penyidikannya oleh tim penyidik Bareskrim karena tidak ditemukan peristiwa pidana,” tutup Hasto. (dam)

Exit mobile version