KPK Lakukan Upaya Paksa Penahanan Eks Wali Kota Cimahi

kpk

KPK ketika melakukan upaya paksa penahanan terhadap mantan Wali Kota Cimahi, Jawa Barat Ajay Muhammad Priatna (AMP). (Youtube KPK)

INDOPOS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya paksa penahanan terhadap mantan Wali Kota Cimahi, Jawa Barat Ajay Muhammad Priatna (AMP) terkait kasus tindak pidana suap dan gratifikasi terhadap mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain (pengacara).

“Hari ini kami akan menyampaikan informasi terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji pada penyelenggara negara atau yang mewakili terkait pengurusan penanganan perkara korupsi dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi, Jawa Barat,” kata Deputi Penindakan KPK Karyoto didampingi Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (18/8/2022).

Untuk perkara ini, KPK sebelumnya telah pula menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka yaitu Stepanus Robin Pattuju (mantan penyidik KPK) dan Maskur Husain (pengacara).

“Dari pengumpulan berbagai informasi maupun bahan keterangan ditambah dengan adanya fakta-fakta persidangan dalam perkara terpidana Stepanus Robin Pattuju dan kawan-kawan, terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, KPK selanjutnya melakukan penyelidikan dan kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dengan mengumumkan tersangka,” ungkap Karyoto.

Untuk proses penyidikan, dilakukan upaya paksa penahanan tersangka AMP oleh tim penyidik selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 18 Agustus 2022 sampai dengan 6 September 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1.

Karyoto menjelaskan, tersangka AMP yang menjabat wali kota Cimahi periode 2017- 2022, mendapat informasi keberadaan tim KPK yang sedang mengusut dugaan korupsi terkait penyaluran dana bantuan sosial (Bansos) di wilayah Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Atas informasi tersebut, AMP diduga berinisiatif untuk mengondisikan agar jangan sampai KPK juga melakukan pengumpulan bahan keterangan dan informasi di Kota Cimahi.

AMP selanjutnya mencari referensi kenalan orang yang diduga memiliki pengaruh di KPK melalui Radian Ashar dan Saiful Bahri yang adalah warga binaan di Lapas Sukamiskin.

Rekomendasi yang sampaikan Radian Ashar dan Saiful Bahri pada AMP yaitu salah seorang penyidik KPK bernama Stepanus Robin Pattuju alias Roni.

Sekitar Oktober 2020, dilakukan pertemuan antara AMP dan Stepanus Robin Pattuju yang saat itu mengaku bernama Roni disalah satu hotel di Kota Bandung dan untuk membicarakan detail masalah yang sedang dihadapi AMP.

“Stepanus Robin Pattuju diduga menawarkan bantuan pada AMP berupa iming-iming agar pengumpulan bahan keterangan dan informasi di Kota Cimahi oleh tim KPK tidak berlanjut dan AMP nantinya juga tidak menjadi target operasi KPK dengan syarat adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang. Agar AMP semakin yakin, Stepanus Robin Pattuju mengajak Maskur Husain seorang pengacara yang adalah orang kepercayaannya untuk turut serta memberikan saran pada AMP,” ucapnya.

Merespons tawaran tersebut, AMP diduga sepakat dan bersedia untuk untuk menyiapkan dan memberikan sejumlah uang pada Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain.

Stepanus Robin Pattuju diduga sempat meminta uang Rp1,5 miliar namun AMP menyanggupi akan memberikan uang hanya Rp500 juta.

“Terkait dengan penyerahan uang dilakukan di salah satu hotel di Jakarta, selanjutnya AMP menyerahkan langsung uang tunai Rp100 juta sebagai tanda jadi pada Stepanus Robin Pattuju (Roni). sedangkan sisa uang nantinya akan diberikan melalui ajudan AMP, ” tutur Karyoto.

Adapun jumlah uang yang diduga diberikan AMP pada Stepanus Robin Pattuju alias Roni dan Maskur Husain seluruhnya sekitar Rp500 juta.

“Untuk uang yang diberikan AMP tersebut, diduga antara lain berasal dari penerimaan gratifikasi yang diberikan oleh beberapa ASN di Pemkot Cimahi dan masih terus akan dilakukan pendalaman,” katanya.

Atas perbuatannya tersebut tersangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (dam)

Exit mobile version