Geledah Kantor Rektorat Unila, KPK Sita Dokumen dan Barang Elektronik

Rektor-UNILA

Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani (KRM) ketika ditetapkan tersangka oleh KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (21/8/2022) dini hari. Foto: Humas KPK.

INDOPOS.CO.ID – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan upaya paksa penggeledahan di Kantor Rektorat Universitas Lampung (Unila) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) suap penerimaan mahasiswa baru di Unila dengan tersangka Rektor Unila Karomani (KRM) dan kawan-kawan.

“Senin (22/8/2022) tim penyidik telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan di wilayah Lampung. Lokasi dimaksud yaitu Kantor Rektorat Universitas Lampung,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (23/8/2022).

“Ditemukan dan diamankan bukti-bukti antara lain sejumlah dokumen dan barang eletronik yang diduga dapat mengungkap terkait peran para tersangka,” kata Ali.

Ali menjelaskan analisis dan penyitaan berbagai bukti tersebut segera dilakukan untuk kebutuhan pemberkasan perkara dari para tersangka.

Untuk diketahui KPK menetapkan empat orang tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Sabtu (20/8/2021) terkait suap penerimaan calon mahasiswa baru di Unila tahun 2022.

Keempat tersangka itu adalah Karomani (KRM) Rektor Universitas Lampung periode 2020-2024; Heryandi (HY), Wakil Rektor (Warek) I Bidang Akademik Universitas Lampung; Muhammad Basri (MB), Ketua Senat Universitas Lampung; dan Andi Desfiandi (AD) dari pihak swasta.

Dalam konstruksi perkara dijelaskan, pada tahun 2022, Unila sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri,ikut menyelenggarakan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selain SNMPTN, Unila juga membuka jalur khusus yaitu Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun akademik 2022.

KRM yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024, memiliki wewenang salah satunya terkait mekanisme dilaksanakannya Simanila tersebut.

Selama proses Simanila berjalan, KRM diduga aktif untuk terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta Simanila dengan memerintahkan HY selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat serta melibatkan MB selaku ketua Senat untuk turut serta menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang apabila ingin dinyatakan lulus maka dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas.

KRM juga diduga memberikan peran dan tugas khusus untuk HY, MB dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta seleksi yang sebelumnya telah dinyatakan lulus berdasarkan penilaian yang sudah diatur KRM.

Terkait besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.

KRM diduga memerintahkan Mualimin untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh KRM.

AD sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi Simanila diduga menghubungi KRM untuk bertemu dengan tujuan menyerahkan sejumlah uang karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila atas bantuan KRM. Mualimin selanjutnya atas perintah KRM mengambil titipan uang tunai sejumlah Rp150 juta dari AD di salah satu tempat di Lampung.

Seluruh uang yang dikumpulkan KRM melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.

Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan MB yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM yang juga atas perintah KRM uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 miliar.

Atas perbuatannya tersebut, tersangka AD selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.

KRM, HY, dan MB selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (dam)

Exit mobile version