Perkara Suap Auditor BPK Perwakilan Jabar Segera Disidang di PN Bandung

KPK

Bupati Bogor Ade Yasin beserta tujuh orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/4/2022) dini hari. Foto: Dokumen KPK

INDOPOS.CO.ID – Kasus dugaan korupsi suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat (Jabar) dengan tersangka Anthon Merdiansyah (ATM) dan kawan-kawan akan segera diadili di Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

“Hari ini (1/9/2022) tim jaksa KPK telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan untuk terdakwa Anthon Merdiansyah dan kawan-kawan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (1/9/2022).

“Penahanan para terdakwa saat ini sudah sepenuhnya menjadi wewenang Pengadilan Tipikor dan sementara waktu tempat penahanan masih tetap dititipkan di Rutan KPK,” kata Ali.

Untuk tersangka Anthon Merdiansyah ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur; Hendra Nur Rahmatullah Karwita ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur; Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur dan Arko Mulawan ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih.

“Tim jaksa masih akan menunggu diterbitkannya penetapan penunjukkan majelis hakim dan penetapan hari sidang dengan agenda sidang pertama yakni pembacaan surat dakwaan,” ujar Ali.

Untuk diketahui KPK telah menetapkan tersangka Bupati Bogor periode 2018-2023 Ade Yasin (AY) terkait kasus suap auditor BPK Perwakilan Jabar Rp1,9 miliar untuk memperoleh predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).

Selain itu KPK juga menetapkan tersangka beberapa pihak antara lain Maulana Adam (MA) Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Kabupaten Bogor; Ihsan Ayatullah (IA), Kasubid Kas Daerah Badan Pengelola Kuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor; dan Rizki Taufik (RT), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor.

Sementara sebagai penerima suap sebanyak 4 auditor BPK Perwakilan Jabar yakni Anthon Merdiansyah (ATM) selaku pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat / Kasub Auditorat Jabar III / Pengendali Teknis; Arko Mulawan (AM), selaku Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/ Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor; Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK) pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat / pemeriksa; dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR), pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat /pemeriksa.

Dikatakan bahwa AY selaku Bupati Kabupaten Bogor periode 2018- 2023 berkeinginan agar Pemerintah Kabupaten Bogor kembali mendapatkan predikat WTP untuk tahun anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jabar.

Selanjutnya BPK Perwakilan Jabar menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2021 Pemkab Bogor.

Tim pemeriksa yang terdiri dari ATM, AM, HNRK, GGTR dan Winda Rizmayani ditugaskan sepenuhnya mengaudit berbagai pelaksanaan proyek di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor.

Sekitar Januari 2022, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara HNRK dengan IA dan MA dengan tujuan mengkondisikan susunan tim audit interim.

AY menerima laporan dari IA bahwa laporan keuangan Pemkab Bogor jelek dan jika diaudit BPK Perwakilan Jabar akan berakibat opini disclaimer. Selanjutnya AY merespons dengan mengatakan diusahakan agar WTP.

Sebagai realisasi kesepakatan, IA dan MA diduga memberikan uang sejumlah Rp100 juta dalam bentuk tunai kepada ATM di salah satu tempat di Bandung. ATM kemudian mengkondisikan susunan tim sesuai dengan permintaan IA di mana nantinya objek audit hanya untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tertentu.

Proses audit dilaksanakan mulai bulan Februari 2022 sampai dengan April 2022 dengan hasil rekomendasi di antaranya bahwa tindak lanjut rekomendasi tahun 2020 sudah dilaksanakan dan program audit laporan keuangan tidak menyentuh area yang mempengaruhi opini.

Adapun temuan fakta tim audit ada di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda-Pakan Sari dengan nilai proyek Rp94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak.

Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY melalui IA dan MA pada tim pemeriksa di antaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp1,9 miliar. (dam)

Exit mobile version