KPK Tahan Satu Tersangka Suap Izin Pembangunan Alfamidi di Kota Ambon

kpkkkk

Salah satu tersangka kasus suap izin pembangunan cabang Alfamidi di Kota Ambon, Amri (AR) ditahan oleh KPK, Rabu (7/9/2022). (Youtube KPK)

INDOPOS.CO.ID – Tim penyidik Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) melakukan upaya paksa penahanan terhadap satu tersangka kasus dugaan suap izin pembangunan cabang Alfamidi di Kota Ambon yakni Amri (AR) selaku swasta/karyawan Alfamidi (AM) Kota Ambon.

Dua tersangka lainnya dalam kasus yang sama yaitu RL (Richard Louhenapessy), Wali Kota Ambon periode 2011-2016 dan periode 2017-2022; serta AEH (Andrew Erin Hehanussa), Staf Tata Usaha Pimpinan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon telah ditahan oleh KPK sebelumnya pada saat pengumuman penetapan tersangka, Jumat (13/5/2022).

“Karena kepentingan proses penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan untuk tersangka AR selama 20 hari pertama, terhitung 7 September 2022 sampai dengan 26 September 2022 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” ujar Deputi Penindakan KPK Karyoto didampingi Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding, saat konferensi pers, Rabu (7/9/2022).

Dalam konstruksi perkara, Karyoto menjelaskan bahwa AR sebagai salah satu karyawan PT AM (Alfamidi) Kota Ambon, ditunjuk oleh PT MUI (Midi Utama Indonesia) dengan tugas salah satunya melakukan pengurusan izin prinsip pembangunan beberapa cabang retail di Kota Ambon untuk tahun 2020.

Agar proses pengurusan izin dimaksud dapat segera diterbitkan, AR diduga berinisiatif melakukan pendekatan dan komunikasi dengan RL yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022, karena salah satu kewenangan yang ada pada RL yaitu memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.

AR kemudian diduga menawarkan sejumlah uang pada RL untuk mempermudah dan mempercepat terbitnya persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail yang kemudian disetujui RL.

Selanjutnya RL memerintahkan Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin yang telah diajukan AR di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

“Dalam setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, RL meminta agar uang yang diserahkan AR besarannya minimal Rp 25 juta yang kemudian ditransfer melalui rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL,” ungkap Karyoto.

“Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL sekitar Rp500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH,” tambah Karyoto.

Atas perbuatannya tersebut tersangka AR disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara tersangka RL dan AEH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (dam)

Exit mobile version