Atasi Gejolak Pejabat KKP Harus Rajin Turun Lapangan

Muhammad-Zaini-Hanafi

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini Hanafi, (tengah) saat kunjungan kerja ke Kabupaten Baru Bara, Sumut, Rabu (7/9/2022) lalu/Humas DJPT for indopos.co.id

INDOPOS.CO.ID – Belum tuntas urusan regulasi, masyarakat perikanan khususnya nelayan kecil kembali teriak pascakenaikan bahan bakar minyak (BBM) pada 3 September lalu. Meski ada kuota khusus bagi nelayan kecil, tapi kenaikan bbm tentu berdampak pada semua aspek, sehingga pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan harus rajin turun lapangan melihat langsung gejolak yang terjadi.

“Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengupayakan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di tiap daerah akan terpenuhi. Secara intensif KKP terus melakukan koordinasi dengan PT Pertamina dan BPH Migas untuk memenuhi hal tersebut,” kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini Hanafi, yang dalam sepekan terakhir berkeliling ke Kabupaten Batu Bara, Kabupaten Tanjung Balai, Kabupaten Belawan, dan Kabupaten Kendal.

Lebih lanjut dia mengatakan, bukan keinginan pemerintah untuk menaikkan harga BBM, namun dampak dari permintaan pasar dunia. BBM subsidi untuk nelayan kecil tetap diupayakan, bisa mengurus surat rekomendasinya ke dinas atau pelabuhan perikanan terdekat. Adanya kenaikan harga BBM tidak serta merta membuat harga ikan turut naik. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya seperti permintaan pasar maupun mutu ikan itu sendiri.

“Efisiensi pengurusan izin untuk kapal pusat juga telah diberikan kemudahan. Pembayaran hanya dilakukan di bank langsung ke kas negara. Di luar itu tidak ada, kalau ada pungli, laporkan, kita tidak ada toleransi,” tandasnya.

Zaini juga meminta agar para nelayan tidak memainkan ukuran kapal perikanan. Dia menegaskan ukuran kapal tidak berpengaruh kepada pungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan mekanisme pasca produksi.

“Nantinya dengan sistem ini, besaran PNBP yang disetor kepada negara sesuai dengan jumlah ikan yang ditangkap. Bukan lagi ukuran kapal. Ini lebih adil bagi negara dan pelaku usaha,” tegasnya.

Terkait perizinan kapal perikanan dengan dua jenis alat tangkap, Zaini mengungkapkan saat ini telah terbit Permen KP 18/2021 yang mengatur semua jenis alat tangkap yang diperbolehkan dan dilarang. Para nelayan diimbau agar menaati aturan alat tangkap ramah lingkungan untuk keberlanjutan sumber daya ikan.

“Tidak bisa kita menang-menangan sendiri. Pengelolaan sumber daya ikan ini jangka panjang tidak hanya untuk saat ini saja. Kalau tetap nakal akan berurusan dengan aparat penegak hukum,” katanya.

Pada kesempatan lain, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Tanjung Balai Asahan, Irwan berharap ada solusi konkrit. Selain menghadapi kenaikam BBM,.regulasi yang mendaratkan ikan harus dipelabuhan perikanan membuatnya gusar. Pasalnya, selama ini nelayan Tanjung Balai, Asahan mendaratkan ikan di tangkahan, dan belakangan dilarang.

“Kami bingung, dengan adanya aturan ini akan ada penambahan biaya lagi buat angkut dari pelabuhan yang ditentukan sampai tempat unit pengolahan. Sementara, harga bbm meningkat pula, kami butuh solusi, kalau tidak ada jalan keluar, perikanan Tanjung Balai yang sudaj 400 tahun lebih eksis akan punah,” keluh Irwan. (ney)

Exit mobile version