Dampak Pandemi, 68 Persen Masyarakat Indonesia Perhatikan Kesehatan

webinar

Webinar membahas kesehatan (Nasuha/ INDOPOS.CO.ID)

INDOPOS.CO.ID – Dampak pandemi Covid-19 telah memengaruhi perilaku masyarakat. Kini mereka lebih memerhatikan kesehatannya. Menurut survei, 68 persen masyarakat Indonesia mengakui bahwa mereka lebih memerhatikan kesehatan pribadi dan kesehatan orang-orang terdekatnya.

Dan 40 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi lebih banyak suplemen untuk meningkatkan kesehatan fisik. Kemudian 59 persen masyarakat Indonesia beranggapan kesehatan mental jauh lebih penting.

Untuk mengelola kesehatan mental tersebut, 40 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi suplemen yang berkaitan dengan kesehatan mental, terutama berdampak pada tingkat stress dan juga kualitas tidur.

Berdasarkan survei tersebut, permintaan suplemen kesehatan, baik fisik maupun mental meningkat di beberapa tahun terakhir. Hal ini menuntut para pelaku usaha farmasi dan produsen panganan sehat untuk lebih inovatif.

“Kami mengajak pelanggan kami untuk masuk ke pasar kesehatan dengan produk yang didukung oleh bahan-bahan yang kredibel dan ditunjang oleh pengembangan sains yang inovatif,” ujar Strategic Marketing Director Applied Health & Nutrition dari Kerry APMEA Jackie Ng dalam acara daring, Kamis (22/9/2022).

Menurut dia, pihaknya telah mengeluarkan produk yang menawarkan pengelolaan kesehatan dengan nutrisi positif yang divalidasi melalui penelitian klinis. “Produk kami hadir untuk menjawab kebutuhan konsumen mulai dari Wellmune untuk memperkuat sistem imun, Sensoril Ashwaganda untuk kesehatan kognitif, Capros untuk kesehatan jantung dan Ayuflex untuk memelihara kesehatan sendi,” ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Departemen Gizi Masyarakat Universitas IPB Rimbawan mengatakan, bahwa komponen fungsional yang memiliki manfaat kesehatan lebih dari fungsi utamanya kerap disebut sebagai panganan fungsional. Dan telah menjadi istilah umum yang digunakan oleh para pelaku komoditas dan industri.

“Meskipun ada manfaat kesehatan, namun panganan fungsional tidak boleh mengubah perilaku makan kita dan yang dikonsumsi juga tetap harus dalam jumlah wajar,” ujarnya.

“Tentunya, uji klinis juga harus dilakukan di Indonesia agar sesuai dengan metabolisme dan fisik orang Indonesia yang mungkin berbeda dengan negara lain. Apabila hal ini sudah dilakukan, maka tentunya ini akan bisa diakomodir,” imbuhnya. (nas)

Exit mobile version