Anak dan Istri Lukas Enembe Tolak Jadi Saksi, Tim Hukum Datangi KPK

Tim-hukum-Lukas-Enembe

Tim hukum istri dan anak dari Gubernur Papua Lukas Enembe mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Senin (10/10/2022). Foto: Istimewa.

INDOPOS.CO.ID – Tim hukum dan advokasi Gubernur Papua Lukas Enembe mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk menemui pimpinan KPK, di Jakarta, Senin (10/10/2022).

Kedatangan tim yang terdiri dari 20 advokat yang bertindak sebagai kuasa hukum dari Yulice Wenda (istri Gubernur Papua Lukas Enembe) dan Astract Bona Timoramo Enembe (anak Gubernur Papua Lukas Enembe) tersebut untuk menyerahkan surat menolak/mengundurkan diri menjadi saksi karena undang-undang.

Surat penolakan tersebut sebagai tanggapan atas panggilan penyidik KPK, tertanggal 29 September 2022, kepada Yulice Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe dalam Kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) berupa penerimaan hadiah atau janji Lukas Enembe selaku Gubernur Papua periode 2013 – 2018 dan 2018 – 2023 terkait pekerjaan atau proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.

Menurut anggota tim hukum dan advokasi Gubernur Papua (THAGP), Petrus Bala Pattyona, secara yuridis, saksi Yulice Wenda, adalah istri sah dari Lukas Enembe, dan Astract Bona Timoramo Enembe adalah anak kandung dari Lukas Enembe (yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan hadiah atau janji oleh penyidik KPK).

Petrus mengatakan anak dan istri Lukas Enembe dapat menolak/mengundurkan diri menjadi saksi karena undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Petrus menjelaskan, dalam Pasal 35 ayat 1 ditegaskan bahwa setiap orang wajib memberikan keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak dan cucu dari terdakwa. Selanjutnya, pada ayat 2 dikatakan, orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa

“Hal tersebut diperkuat lagi dengan ketentuan Pasal 168 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar keterangan dan mengundurkan diri sebagai saksi keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau bersama-sama sebagai terdakwa,” kata Petrus, melalui keterangan tertulis, Senin (10/10/2022).

Dijelaskan Petrus Bala Pattyona, bahwa dengan memperhatikan ketentuan tersebut di atas, dengan ini saksi Yulice Wenda, dan saksi Astract Bona Timoramo Enembe, menyatakan menggunakan haknya yang diberikan oleh undang-undang, untuk menolak atau mengundurkan diri sebagai Saksi.

“Dan oleh karena itu, kami selaku tim hukum mohon penyidik sebagai pelaksana undang-undang, untuk tidak memaksa dan/atau mengancam saksi Yulice Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe, untuk memberikan keterangan dalam perkara a quo, yang diduga dapat melakukan penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan secara melawan hukum/melanggar undang-undang (abuse of power),” tandas Petrus Bala Pattyona.

Pada kesempatan ini juga, Stefanus Roy Rening menambahkan bahwa tim hukum juga sudah bertanya langsung kepada Yulice Wenda terkait dengan dugaan pemberian gratifikasi tersebut, dan saksi mengatakan, tidak mengetahui sama sekali perihal gratifikasi tersebut.

“Saat kejadian (pada hari diduga ada transfer uang pada 11 Mei 2020), saksi Yulice Wenda sedang berada di Jakarta, karena menemani suaminya yang sedang sakit. Bagaimana bisa menjadi saksi, kalau tidak melihat atau mengetahui langsung proses pemberian gratifikasi tersebut,” ujar Roy.

Sedangkan saksi Astract Bona Timoramo Enembe, juga tidak mengetahui sama sekali tentang dugaan pemberian gratifikasi, karena pada saat kejadian, sedang berada di Australia, untuk menyelesaikan kuliahnya.

“Jadi memang tidak mengetahui sama sekali, adanya dugaan gratifikasi tersebut. Karena saat kejadian, saksi Astract Bona Timoramo Enembe tidak berada di kediamannya, di Papua, tetapi di Australia,” tukas Roy.

Dijelaskannya, berdasarkan Pasal 1 angka 26 KUHAP, definisi saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan, tentang suatu perkara pidana yang didengarnya, dilihatnya, atau dialaminya sendiri.

“Patut digarisbawahi, bahwa saksi itu melihat, mendengar dan mengalami sendiri tentang suatu perkara pidana. Jadi bagaimana mungkin istri dan anak Gubernur Lukas Enembe, menjadi saksi, kalau tidak melihat, mendengar atau mengalaminya sendiri,” ujar Roy. (dam)

Exit mobile version