Bahayakah Hewan Carrier Pembawa Virus Penyakit Mulut dan Kuku?

Bahayakah Hewan Carrier Pembawa Virus Penyakit Mulut dan Kuku? - drh pudjiatmiko - www.indopos.co.id

Oleh: drh. Pudjiatmoko, Ph.D

Medik Veteriner Ahli Utama, Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, Kementerian Pertanian

INDOPOS.CO.ID – Sapi yang sembuh PMK dapat mengalami infeksi persisten artinya sapi yang tampak sudah sehat dapat menjadi hewan carrier atau pembawa virus PMK sampai beberapa minggu atau bulan. Pejabat Otoritas Veteriner (POV) perlu memantau keberadaan hewan yang terinfeksi persisten dalam peternakan di suatu wllayah pasca-wabah.

Hasil pemantauan ini sangat berguna untuk menentukan kebijakan pengendalian PMK. Sangat disayangkan POV Provinsi dan Kabupaten/Kota jumlahnya masih terbatas, sehingga Kementerian Dalam Negeri perlu mendorong Pemerintah Daerah untuk segera menetapkan POV di wilayahnya masing-masing.

Kebijakan pengendalian PMK globalpun telah ditetapkan harus mempertimbangkan juga infeksi persisten. Penularan virus PMK dapat terjadi melalui kontak langsung antar hewan baik dari yang terinfeksi akut maupun yang persisten.

Terjadinya Persitensi Virus PMK

Hewan rentan terinfeksi akan muncul gejala klinis, sedangkan hewan kebal karena sudah divaksinasi tidak menunjukan gejala klinis. Terdapat dua mekanisme hewan menjadi hewan Carrier (pembawa virus).

Yang pertama, untuk sapi yang tidak divaksinasi (hewan rentan terhadap infeksi), dapat terinfeksi virus PMK pada saluran pernapasan bagian atas (termasuk nasofaring) diikuti dengan infeksi sistemik hingga timbul viremia (virus berada dalam peredaran darah) dan muncul lesi vaskular jaringan yang terserang (mulut dan kuku).

Kemungkinan kedua, untuk sapi yang divaksinasi (kebal terhadap infeksi), dapat terinfeksi virus PMK yang terbatas pada nasofaring tanpa gejala klinis (subklinis neoterik) namun hewan dapat melepaskan virus infeksius berasal dari sekresi mulut dan hidung.

Baik sapi yang rentan gejala klinis maupun sapi yang kebal tersebut akan melewati fase transisi yaitu: – sapi dapat bersih kembali dari infeksi virus; atau – sapi menjadi terinfeksi persisten menjadi hewan carrier pembawa virus PMK. Vaksinasi dengan strain virus homolog PMK dapat melindungi terhadap munculnya gejala klinis penyakit PMK, namun tidak mencegah infeksi subklinis atau persisten. Virus PMK dapat bertahan di epitel nasofaring atau jaringan limfoid terkait pada sapi terinfeksi.

Gejala klinis ringan sering dilaporkan pada ruminansia kecil seperti domba dan kambing. Namun, ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa strain virus PMK tertentu dapat menyebabkan gejala klinis yang parah pada domba. Selain itu, seperti dengan ruminansia lainnya, domba dan kambing dapat menjadi carrier pembawa virus PMK.

Babi sangat rentan terhadap infeksi virus PMK, dan fase klinis sering tampak gejala klinis parah. Namun, berbeda dengan ruminansia, babi bersih dari virus PMK empat minggu pasca-infeksi, selanjutnya tidak mempertahankan infeksi virus persisten.

Cara memprediksi durasi infeksi persisten

Untuk memprediksi seberapa lama infeksi persisten pada individu hewan carrier (pembawa virus) pasca-wabah telah dikembangkan dua model statistik. Pertama model accelerated failure time (AFT) dan kedua model generalized linear mixed model (GLMM). Miranda R. Bertram dkk. (2020) telah melakukan penelitian membandingkan dua model analisis AFT dan GLMM, untuk memprediksi terjadinya infeksi persisten.

Dengan menggunakan dua model statistik ini, dapat diketahui prediksi probabilitas infeksi persisten. Pada 6 bulan pasca-infeksi, probabilitas infeksi persistennya sebesar 99% ketika menggunakan model AFT, dan 80% dengan GLMM. Pada 12 bulan probabilitas: 51% (AFT) dan 32% (GLMM), pada 18 bulan: 6% (AFT) dan 5% (GLMM), pada 24 bulan: 0,8% (AFT) dan 0,6% (GLMM).

Sebagian besar ruminansia dapat terinfeksi persisten

Infeksi persisten tanpa gejala dalam waktu relatif lama pada hewan ruminansia memiliki implikasi praktis di daerah endemik PMK. Setelah infeksi akut, sebagian besar ruminansia menjadi terinfeksi persisten, virus PMK terdeteksi dalam cairan orofaringeal 28 hari atau lebih setelah infeksi. Namun, pada penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa hewan yang terinfeksi persisten dapat diidentifikasi dengan cepat pada 10 hari pasca-infeksi.

Hasil penelitian Juan M. Pacheco dkk (2015) tentang deteksi virus PMK pada jaringan anatomi sapi menunjukan bahwa virus PMK tertdeksi tertinggi pada nasofaring dorsal/dorsal nasopharynx (80,95%) dan langit-langit lunak (tekak) dorsal/ dorsal soft palate (71,43%).

Penularan dari sapi yang terinfeksi persisten

Penularan dari sapi yang terinfeksi persisten PMK ke hewan lain melalui kontak langsung belum terbukti, namun inokulasi cairan orofaringeal dari sapi yang terinfeksi persisten ke dalam nasofaring sapi lain telah terbukti menyebabkan penyakit.

Penularan melalui kontak langsung dalam fase persisten hanya terbukti terjadi dari kerbau Syncerus caffer di Afrika. Peran hewan yang terinfeksi secara persisten dalam epidemiologi virus PMK masih belum jelas. Namun, kekhawatiran atas potensi risiko penularan dari hewan yang terinfeksi persisten telah mendorong para pejabat otoritas veteriner (POV) menerapkan pembatasan perdagangan hewan dan produk hewan dari daerah pasca-wabah PMK untuk jangka waktu yang lama, dan ini berlaku juga dari daerah endemik PMK.

Lamanya sebagai hewan Carrier

Virus PMK dilaporkan bertahan hingga 2 tahun pada sapi, 5-12 bulan pada domba dan kambing, dan dapat sampai 5 tahun pada kerbau Afrika. Namun, virus menghilang dari tubuh Carrier PMK pada waktu yang bervariasi. Tingkat penurunan proporsi hewan yang terinfeksi persisten telah dilaporkan sebanyak 0,03–0,11 per bulan.

Terdapat studi meta-analisis yang melaporkan bahwa sebagian besar ternak yang terinfeksi menjadi bersih dari infeksi virus dalam waktu 6 bulan, namun studi lapangan baru-baru ini menunjukkan bahwa sekitar setengah dari sapi yang terinfeksi tetap terinfeksi secara persisten selama 12 bulan pasca-infeksi, dan beberapa sapi mempertahankan infeksi persisten selama lebih dari 24 bulan.

Analitis hilangnya infeksi persisten dilakukan berdasarkan fungsi probabilitas karena lebih mencerminkan keadaan dinamis infeksi persisten. Perkiraan kuantitatif probabilitas infeksi persisten pada waktu tertentu pasca-wabah dapat menjadi cara untuk menilai secara lebih akurat potensi risiko yang ditimbulkan oleh hewan yang terinfeksi persisten.

Pada 6 bulan pasca-wabah dalam studi meta-analisis, model AFT dan GLMM memperkirakan masing-masing >98% dan 75-91% probabilitas infeksi persisten pada hewan seropositif.

Pada 12 bulan pasca-wabah prediksi model ini konsisten dengan studi lapangan yang melaporkan 20% probabilitas hewan terinfeksi persisten.

Pada 24 bulan pasca-wabah, kedua model memperkirakan < 5% probabilitas hewan terinfeksi persisten.

Pejabat Otoritas Veteriner (POV) di Indonesia masih kurang

Pejabat Otoritas Veteriner (POV) di Indonesia merupakan SDM tulang punggung pengendalian PMK, namun jumlahnya masih sedikit. Dari seluruh Indonesia hanya terdapat 169 Kabupaten/Kota (33%) yang sudah mempunyai POV, masih banyak yang belum mempunyai POV yakni 345 Kabupaten/Kota (67%). Terdapat 31 Provinsi telah mempunyai POV Provinsi. Namun masih ada 4 Provinsi yang belum mempunyai POV Provinsi. Kementerian Dalam Negeri perlu mendorong Pemerintah Porvinsi dan Kapupaten/Kota yang belum mempunyai POV untuk segera menetapkannya.

Kesimpulan dan Saran

Infeksi persisten virus PMK menyebabkan beban ekonomi yang besar di negara-negara endemik karena pembatasan perdagangan yang memperlakukan infeksi persisten dengan dua pilihan (ada/tidak ada) dengan durasi tetap. Namun, infeksi persisten merupakan proses yang dinamis sehingga model statistik dapat digunakan untuk menilai kemungkinan penurunan infeksi persisten pasca-wabah.

Model AFT dan GLMM memperkirakan probabilitas infeksi persisten yang sama pada 18 dan 24 bulan pasca-wabah. Deteksi infeksi persisten lebih tinggi diperoleh menggunakan model AFT pada 6 dan 12 bulan pasca-wabah.

Model AFT merupakan pendekatan yang tepat untuk merancang kebijakan mengurangi atau menghilangkan potensi risiko yang ditimbulkan oleh hewan yang terinfeksi persisten pasca-wabah PMK.

Metode penentuan status carrier virus PMK dapat digunakan oleh pemegang kebijakan dalam menangani infeksi persisten virus PMK. POV Nasional, Kementerian, Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/kota harus memprediksi infeksi persistensi di wilayah kewenangannya masing-masing untuk menyukseskan pengendalian PMK menuju Indonesia bebas kembali dari PMK.

Agar Pengendalian Penyakit Mulut dan Kuku bisa berjalan dengan lancar maka sangat diharapkan Kementerian Dalam Negeri mendorong Pemerintah Porvinsi dan Kapupaten/Kota yang belum mempunyai POV untuk segera menetapkannya. (**)

Exit mobile version