Seluruh Pasien Gagal Ginjal Akut Bakal Disuplai Obat Penawar dari Luar Negeri

ginjja;

Ilustrasi organ ginjal. Foto: Freepik

INDOPOS.CO.ID – Kementerian Kesehatan (Kesehatan) telah membeli obat penawar atau antidotum, bagi pasien gagal ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal yang sebagian besar menyerang anak-anak.

Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menyatakan, obat penawar didatangkan untuk menekan angka kematian pasien penderita gagal ginjal akut misterius. Mengingat kasusnya merebak dalam dua bulan terakhir.

“Sebagai langkah awal menurunkan fatalitas gangguan ginjal akut ini, Kemenkes melalui Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo telah membeli antidotum, penawar ya, yang didatangkan langsung dari luar negeri,” kata Syahril dalam jumpa pers virtual, Jakarta, Rabu (19/10/2022).

Ia memastikan, seluruh pasien terkena gagal ginjal akut misterius bakal diberikan obat penawar tersebut. Di sisi lain, pemerintah dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) masih menelusuri penyebab penyakit tersebut.

“(obat penawar) diberikan kepada pasien-pasien yang masih dirawat, bukan hanya dari RSCM, tetapi juga yang masih dirawat dari rumah sakit di seluruh Indonesia,” tutur Syahril.

Kemenkes melaporkan, ada penambahan kasus gagal ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak. Data terbaru dilaporkan telah tembus 200 kasus.

Pihaknya dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak sejak akhir Agustus 2022.

“Jumlah kasus (gagal ginjal akut misterius) yang dilaporkan hingga 18 Oktober, sebanyak 206 kasus dari 20 provinsi,” bebernya.

Berdasar catatan yang dikantonginya, angka kasus meninggal dunia akibat penyakit tersebut cukup banyak. Termasuk pasien yang dirawat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta.

“Tingkat kematian 99 kasus atau 48 persen. Di mana angka kematian pasien yang dirawat dari RSCM itu mencapai 65 persen,” ujar dr. Syahril.

Gagal ginjal akut diketahui menyerang anak dengan di rentang usia 6 bulan-18 tahun, paling banyak terjadi pada balita. Dengan gejala awalnya berupa infeksi saluran cerna dan gejala ISPA.

Bahkan gejala khas adalah jumlah air seni yang semakin berkurang bahkan tidak bisa BAK sama sekali. Pada kondisi seperti sudah fase lanjut dan harus segera dibawa ke Faskes seperti rumah sakit. (dan)

Exit mobile version