KemenKopUKM Dampingi Korban Kekerasan Seksual dan Pelaku Diberikan Sanksi Berat

kasus-kekerasan-seksual-di-lingkungan-kerja

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim (tengah) memberikan keterangan soal kasus kekerasan seksual di lingkungan kerjanya. Foto: Indopos.co.id/Dhika Alam Noor

INDOPOS.CO.ID – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) menyatakan, pihaknya telah bergerak cepat menangani soal kasus kekerasan seksual menimpa seorang pegawai di lingkungannya. Meski proses hukumnya dihentikan, namun tetap memberikan sanksi berat.

Menurut Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim, setelah mendengar kasus tersebut langsung menindaklanjuti dengan menempuh jalur hukum dan memberikan pendampingan terhadap korban.

“Pemberitaan menyebutkan abai. Jadi itu tidak benar sama sekali. Kita mendengar laporan sudah kita tindaklanjuti, memberikan pendampingan dan melaporkan kepada kepolisian,” kata Arif di kantor Kementerian Koperasi dan UKM kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (24/10/2022).

Salah satu pelaku berstatus aparatur sipil negara (ASN) telah dijatuhkan sanksi. Sementara korban yang merupakan tenaga honorer telah mengundurkan diri dan difasilitasi mencari pekerjaan.

“Dari pelaku yang diproses, inisial WH golongan II C PNS. Kemudian ZP CPNS, MF tenaga honorer dan NN tenaga honorer. Untuk yang tenaga honorer sudah diputus kontraknya. Untuk PNS dan CPNS dikenakan hukuman berat,” tutur Arif.

Kronologi singkat kasus kekerasan tersebut bermula ketika kegiatan verifikasi berkas lamaran CPNS tahun 2019 bertempat di hotel kawasan Bogor dan diikuti oleh seluruh pegawai di bagian kepegawaian pada 5-6 Desember 2019. Mereka makan di restoran dan mencari tempat hiburan, hingga pulang kembali ke hotel larut malam.

Setelah kembali ke hotel terjadi tindak asusila yang dilakukan oleh empat orang peserta RDK (WH, ZP, MF dan NN) terhadap korban inisial ND di dalam kamar hotel. Pada 20 Desember 2019 Kepala Biro Umum menerima aduan dari orang tua korban, dengan isi aduan dugaan tindak pelecehan seksual.

Di waktu yang sama, korban didampingi Kasubag pada Bagian Kepegawaian membuat laporan polisi dengan STBL/577/XII/2019/SPKT. Tindak pidana yang dilaporkan adalah pelanggaran atas Pasal 286 KUHP.

Esok harinya, bagian Kepegawaian melakukan pemanggilan terhadap dua pelaku dugaan tindak asusila berstatus ASN dan dilakukan
pemeriksaan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Internal Nomor: 01/BAP/XII/2019_rhs dan nomor 02/BAP/XII/2019_rhs. Serta dua pelaku berstatus honorer dilakukan wawancara secara lisan.

Kepolisian Resort Kota Bogor kemudian melakukan proses penyidikan sebagaimana surat perintah penyidikan Nomor: SP.Sidik/813.a/RES 1.24/I/2020/Sat Reskrim tanggal 01 Januari 2020 dan dilanjutkan proses pemanggilan penyidik pada 3 Januari 2020 terhadap ke 4 pelaku dugaan tindak asusila pada 1 Januari 2020.

Sejak tanggal 13 Februari 2020 dilakukan penahanan terhadap 4 orang pelaku dugaan tindak asusila selama 21 hari oleh pihak Polres Kota Bogor. Pada tanggal 14 Februari 2020 dilakukan penjatuhan sanksi berupa status non
job (pemberhentian pekerjaan) untuk pelaku atas nama MF dan tanggal 24 Febuari 2020 untuk pelaku atas nama saudara NN.

Pada 5 Maret 2020, para pelaku ditangguhkan dari tahanan dan diwajibkan lapor dua kali dalam seminggu selama 2 minggu dan pada masa tersebut dilakukan upaya perdamaian antara keluarga korban dan empat pelaku.

Selanjutnya, pada 13 Maret 2020 dilangsungkan pernikahan antara saudara ZP (pelaku) dan saudari ND (korban) sebagaimana akta nikah nomor 0238/ 066/2020 dikeluarkan KUA Cilandak, Jakarta Selatan.

Setelah tercapai kesepakatan antara keluarga korban dan terduga pelaku untuk diselesaikan secara kekeluargaan, selanjutnya Pihak Kepolisian menerbitkansurat perintah penghentian penyidikan Nomor:S.PPP/813.b/III/RES.1.24/2020 tertanggal 18 Maret 2020. (dan)

Exit mobile version