Program Siaran Digital Jalan Terus, Pemerintah Abaikan Putusan MA

kominfo

Pemohon uji materiil PP 46/2021 yang juga kuasa hukum Lombok TV Gede Aditya Pratama (kedua dari kiri), saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (26/10/2022). Foto: Nasuha/INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Mahkamah Agung (MA) membatalkan Pasal 81 ayat (1) PP 46/2021. Dalam salinan putusannya Nomor 40 P/HUM/2022 pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 33 ayat (1) UU Penyiaran sebagaimana diubah oleh Pasal 72 angka 3 UU Cipta Kerja.

Pemohon uji materiil PP 46/2021 yang juga kuasa hukum Lombok TV Gede Aditya Pratama mengatakan, dampak putusan MA tersebut lembaga penyiaran sudah tidak dapat lagi bersiaran dengan cara menyewa slot multipleksing. Dan sebaliknya penyelenggara multipleksing tidak dapat lagi menyewakan slot multipleksing.

“TV analog lainnya bisa bersiaran berdasarkan Pasal 20 UU Penyiaran yang mengatur bahwa 1 saluran siaran hanya dapat digunakan untuk 1 siaran di 1 wilayah siaran,” ujar Gede saat jumpa pers di Jakarta, Rabu (26/10/2022).

Kendati, lanjut dia, hal itu bisa menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum. Sedangkan, Lembaga Penyelenggaraan Siaran (LPS) Digital dapat dikategorikan melakukan penyiaran ilegal, apabila tetap melakukan siaran dengan menyewa slot multipleksing.

Sementara, dikatakan dia, pemerintah telah mengumumkan program Analog Switch Off (ASO) atau siaran digital tetap akan dilaksanakan pada 2 November mendatang. Dalam pengumuman tersebut pemerintah terkesan mengabaikan eksistensi Putusan MA Nomor 40 P/HUM/2022.

“Pemerintah sudah abai dengan Putusan MA dan dampaknya sangat serius. Lembaga penyiaran eksisting yang bukan penyelenggara multipleksing tidak lagi dapat bersiaran pasca ASO tanggal nanti,” katanya.

“Sementara, bagi penyelenggara multipleksing terbatas hanya bisa bersiaran di wilayah layanannya sendiri saja. Di mana ia ditetapkan sebagai penyelenggara multipleksing dengan menggunakan slot multipleksingnya sendiri,” imbuhnya.

Sebagaimana diketahui untuk wilayah layanan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), Penyelenggara Multipleksingnya hanya terdiri dari BSTV, Trans TV, Metro TV, SCTV, TVOne, RCTI dan RTV. Dengan demikian, pasca 2 November 2022, hanya ke-7 TV tersebutlah yang dapat bersiaran di wilayah layanan Jabodetabek menggunakan slot multipleksingnya sendiri. Sementara, TV-TV lainnya harus berhenti siaran.

“Ini tidak sejalan dengan semangat UU Cipta Kerja yang menjamin kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi seluruh pelaku usaha,” ungkap Gede.

Ia meminta agar pemerintah untuk patuh dan tidak mengabaikan putusan MA. Dan menghentikan atau setidaknya menunda proses ASO di seluruh Indonesia sampai dengan dilakukannya revisi UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja.

“Ini penting karena dalam pertimbangan putusan MA, UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja saat ini sama sekali tidak mengatur tentang kewajiban/ dasar bagi LPS untuk menyewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing untuk menyelenggarakan layanan program siaran,” jelas Gede.

Di tempat yang sama, Direktur Lombok TV Yogi Hadi Ismanto mengatakan, sudah seharusnya pemerintah mematuhi putusan MA tersebut. Dan memberikan perlindungan bagi kelangsungan industri penyiaran termasuk kelangsungan usaha televisi lokal.

“Aturan penyelenggaraan multipleksing ke depannya diharapkan memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap televisi lokal yang saat ini sudah dapat dipastikan tidak dapat lagi bersiaran pasca-ASO,” tuturnya. (nas)

Exit mobile version