Cegah Korupsi di Peradilan, KPK Dorong Penguatan Integritas Hakim

KPK

Gedung Merah Putih KPK. (Dokumen KPK)

INDOPOS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan para hakim di lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya mengadili perkara.

Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam kegiatan Public Campaign bertajuk: “Peran Ditjen Badilmiltun dalam Menjaga Integritas Aparatur di Lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara” di Jakarta (3/11/2022).

“Sudah sangat banyak yang dilakukan Mahkamah Agung (MA) cegah korupsi peradilan, dibangun sedemikian rupa. Tapi, mau sebagus apa pun sistemnya, kalau integritasnya kurang, maka tidak bisa kita harapkan. Akan berusaha cari ruang untuk korupsi. Maka dari itu, KPK ingatkan bapak/ibu untuk selalu menjaga integritas,” ujar Nawawi melalui keterangan tertulis, Jumat (4/11/2022).

Nawawi menjelaskan hakim adalah profesi yang berisiko melakukan korupsi. Karena, berdasarkan data pengaduan perkara KPK, selama 3 tahun terakhir laporan terkait tindak pidana korupsi paling banyak berasal dari hakim. Lebih tinggi dari laporan korupsi dari kejaksaan maupun kepolisian.

“Selain itu, dalam catatan kami, per Oktober 2022, hakim sebagai bagian dari Aparat Penegak Hukum (APH) paling banyak terjerat korupsi mencapai 25 orang. Sedangkan jaksa ada 11 orang, polisi 3 orang,” ujar Nawawi.

Oleh karenanya, Nawawi berharap agar Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara (Badilmiltun), Badan Pengawas (Bawas) MA, dan satuan kerja tiap pengadilan terus melakukan upaya-upaya pengawasan. Dan di saat yang sama memperkuat integritas hakim, agar terhindar dari risiko korupsi yang merusak citra lembaga peradilan.

“Kita mungkin ingat korupsi yang menjerat hakim agung, ada kekecewaan yang mendalam, apa yang sudah dibangun sedemikian rupa, seperti terhempas begitu saja. Karenanya, untuk cegah jangan sampai terjadi, menjaga integritas itu selain harus terus ditanamkan dalam diri, tapi dari lingkungan sekelilingnya,” ujar Nawawi.

Sementara itu, Direktur Jenderal Badilmiltun Mahkamah Agung Lulik Tri Cahyaningrum menegaskan komitmennya meningkatkan integritas jajaran hakim agar terhindar dari perbuatan korupsi.

“Kita terus berusaha membangun sistem di peradilan supaya terjaga integritasnya. Kita terus memonitor perilaku hakim, lakukan pembinaan, kita juga berikan contoh teladan, bagaimana kita harus berperilaku yang baik sesuai keinginan pencari keadilan,” ujar Lulik.

Lulik menjelaskan, pihaknya tidak bisa melakukan pengawasan dan perbaikan integritas hakim sendirian, perlu kolaborasi internal dan eksternal menjalankannya. Termasuk dari KPK, yang melaksanakan fungsi pencegahan tindak pidana korupsi.

“Kita selalu terbuka jika ada penyimpangan yang terjadi. Kita juga buka pengaduan, yang ditindaklanjuti sampai pengenaan hukuman etik berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2020,” ujar Lulik.

Melalui upaya pengawasan ketat dan peningkatan integritas tersebut, Lulik berharap, tidak ada lagi hakim yang terjerat tindak pidana korupsi. Karena, jika sampai ada hakim terjerat korupsi, maka semua jajaran Mahkamah Agung yang menanggung citra buruknya.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Masyarakat Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Muhammad Rizaldi mengatakan bahwa kejahatan korupsi di lingkungan peradilan sebagai suatu hal yang bisa terjadi. Tinggal bagaimana upaya untuk mencegah dan mempersempit ruang korupsi itu terjadi.

Oleh karenanya, Rizaldi menyarankan agar masyarakat juga dilibatkan mewujudkan peradilan yang bebas dari korupsi. Bukan hanya sebagai watchdog yang mengawasi dan melaporkan hakim ketika melakukan penyimpangan, namun juga dalam penyusunan kajian untuk pengambilan kebijakan perbaikan di Mahkamah Agung.

“Dengan pendekatan kolaboratif itu, bisa terbangun keterbukaan untuk pelayanan yang prima dan masukan perbaikan lainnya. Sehingga, tumbuh kepercayaan masyarakat pencari keadilan ke lembaga peradilan,” ujar Rizaldi.

Secara khusus, Rizaldi juga menyarankan perbaikan yang harus dilakukan lembaga peradilan di masa mendatang agar terhindar dari korupsi, seperti adanya kriteria penunjukan hakim suatu perkara oleh ketua pengadilan, ketepatan waktu persidangan, hingga tidak ada penundaan sidang yang tidak perlu.

“Ini hal kecil, tapi sangat berpengaruh pada persepsi publik. Mungkin tidak langsung menjadi korupsi, tapi bibit munculnya dari perilaku korup seperti ini,” ujar Rizaldi.

Kegiatan ini dihadiri 80 hakim di lingkungan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara baik secara luring maupun daring. Selain itu, hadir juga akademisi, pejabat eselon 2 dan 3 Badilmiltun, Puspom TNI, Oditur Jenderal, advokat, dan perwakilan Pemprov DKI Jakarta. (dam)

Exit mobile version